Antikarat

+ Larangan untuk mengumpulkan harta di bumi itu terdengar aneh, sekurang-kurangnya di telinga saya. Lha wong kita ini tinggal di bumi, mau di mana lagi mengumpulkan harta kalau bukan di bumi, kan? Ini Kitab Suci apa kitab aneh ya?🤭
– Lho itu yang penting nasihat berikutnya, Rom: kumpulkanlah bagimu harta di surga, yang gak bakal dirusak ngengat atau karat atau aparat keparat!
+ Lho lha iya, tapi ‘harta di surga’ tadi dikumpulkannya di mana? Di bumi juga, kan? Atau nunggu badan dikubur atau dikremasi?

Oposisi biner bumi-surga memang misleading. Kalau saya tak keliru membaca teks aslinya, sebetulnya larangan itu tidak merujuk pada tempat, yaitu bumi (yang bisa diganti dengan Mars, bulan atau bintang), melainkan kualitas yang terikat pada tempat itu. Akan tetapi, bagaimana mungkin mengumpulkan harta yang tak terikat pada hukum-hukum bumi yang rentan ngengat dan karat keparat?

Paulus memberi contohnya: bermegah atas kelemahannya. Ini bukan perkara menonjol-nonjolkan kelemahan atau kegagalan atau kerapuhan dan berkubang di dalamnya, melainkan perkara menunjukkan kekuatan Allah dalam hidupnya. Tidak hanya Paulus, orang beriman lain juga memberikan contohnya: orang tua yang menanamkan bekal atau benih karakter kepada anak-anaknya. Tatapan orang tua ini bukan lagi kesuksesan anak-anaknya, melainkan kualitas dalam diri anaknya supaya dapat secara bijak berhadapan dengan entah kesuksesan atau kegagalan. Kalau tidak begitu, muka orang jadi gampang diombang-ambingkan oleh kegagalan atau kesuksesan, timbul tenggelam.

Konon, kata pemazmur, kalau orang menujukan tatapannya pada Tuhan, mukanya akan berseri-seri dan tak akan malu tersipu-sipu. Lha mau gimana lagi, itulah harta yang tak kenal ngengat karat keparat.

Tuhan, semoga dalam kelemahan kami nama-Mu senantiasa kami muliakan. Amin.


JUMAT MASA BIASA XI B/1
18 Juni 2021

2Kor 11,18.21b-30
Mat 6,19-23

Posting 2015: Minions Hilang Arah