Setiap tahun orang-orang Yahudi merayakan Simchat Torah [kegembiraan Taurat] sebagai akhir tahun atau tahun baru siklus pembacaan Kitab Taurat di depan publik. Pada perayaan itu mereka berdansa-dansi dan memeluk gulungan Taurat sebagai simbol kecintaan terhadap Taurat itu dan ungkapan syukur atas anugerah Taurat dari Allah itu. Anda tahu bahwa gulungan Taurat itu mestilah hasil tulisan para rabi. Konon mereka butuh waktu satu setengah tahun untuk menuliskan 304.805 aksara pada gulungan itu, dan kalau ada satu aksara saja keliru, gulungan itu tak bisa dipakai. Meski begitu, gulungan yang tak bisa dipakai ini tak dapat dibuang begitu saja, mesti dirawat dan dikuburkan sebagaimana orang juga dikubur. Begitulah sikap orang-orang Yahudi yang begitu hormat dan cinta pada Taurat, kebijaksanaan ilahi sendiri.
Dalam konteks itu, bisa dimengerti mengapa mereka bereaksi keras [yang dalam teks bacaan hari ini hanya dikatakan bersungut-sungut] ketika Guru dari Nazareth mak bedunduk mengklaim diri sebagai inkarnasi kebijaksanaan Allah! Taurat itu jelas-jelas anugerah Allah dan jadi pedoman hidup; bagaimana mungkin ada makhluk yang menempatkan dirinya sebagai perwujudan Sabda Allah itu?
Alasan kedua dari reaksi keras itu ialah bahwa jelas-jelas Guru dari Nazareth ini (anak) seorang tukang kayu. Kalau betul dia itu Sabda Allah, haiya sudah toh gak usah lagi ribet baca Taurat dan mencoba menafsirkannya, tinggal tonton saja si Sabda Allah ini!
Kalau orang Jawa bilang: ngono ya ngono ning aja ngono. Ini bukan perkara agama zero-sum, yang satu meniadakan yang lainnya. Dalam Alquran kemudian disebutkan bahwa Yahudi dan Kristen juga adalah agama kitab, yang datang dari Allah. Yang masih jadi kesalahpahaman sampai sekarang ialah bahwa Sabda Allah itu dipukul rata: semuanya maujud dalam bentuk kitab: Taurat, Injil, Alquran. Padahal, orang Kristen semestinya mengerti, Injil bukanlah Sabda Allah dalam arti seperti Taurat atau Alquran, dan memang orang Kristen tidak hidup untuk menghormati dan mencintai Injil sebagaimana digambarkan dalam perayaan Simchat Torah tadi. Injil atau Alkitab adalah instrumen yang membantu orang untuk sampai pada Sabda Allah, yang dalam keyakinan Kristen tiada lain adalah Yesus Kristus itu.
Wacana yang disodorkan teks Injil hari ini kiranya menjadi kritik terhadap mereka yang memosisikan dirinya sebagai manusia paripurna, yang sudah berpengetahuan final, yang sudah kenyang, dan tidak butuh apa-apa lagi untuk ‘dimakan’. Orang-orang beragama seperti ini mengesankan kemantapan iman, tetapi mungkin justru hidupnya jauh dari apa yang hendak dirujuk oleh kitab-kitab suci itu.
Ya Allah, mohon rahmat kepekaan hati dan budi untuk mengasimilasi Sabda-Mu yang bergema dalam peristiwa hidup sehari-hari kami. Amin.
HARI MINGGU BIASA XIX B/1
8 Agustus 2021
1Raj 19,4-8
Ef 4,30-5,2
Yoh 6,41-51
Categories: Daily Reflection