Soul Feelings

Sekitar 350 tahun lalu, salah seorang senior saya [ya ampun Romo ini berapa sih umurnya, tengil banget] menjadi pengasuh kaisar Tiongkok yang bernama Sunzhi. Nama senior saya ini Johann Adam Schall, orang Jerman, tapi fasih bahasa Mandarin. Orang-orang dulu memang sangat piawai dengan astronomi, dan astronomi yang dibawa Adam Schall ini (yang mesti ada pengaruhnya juga dari Galileo Galilei dan Kepler) rupanya lebih kredibel daripada astronomi yang dikembangkan astronom Tiongkok dan Timur Tengah saat itu. Celakanya, Schall dan kawan-kawannya ini tidak disukai oleh astronom lain dan difitnah sebagai penyebab kematian Kaisar. Karena tuduhan lainnya juga menyangkut astronomi yang dipopulerkan Schall ini, hakim-hakim kekaisaran mengadakan pembuktian publik dengan prediksi waktu gerhana matahari pada 16 Januari 1665.

Jebulnya, prediksi Yang Guanxian meleset 3/4 jam dan Wu Mingxuan satu setengah jam. Keduanya adalah ahli yang diandalkan untuk melawan Adam Schall. Prediksi Adam Schall cocok dengan waktu terjadinya gerhana: jam 15.26. Untuk lebih meyakinkan rakyat Tiongkok, teman Adam Schall yang bernama Verbiest mengusulkan prediksi lain, yaitu meramalkan panjang bayangan tiang (jam) pada hari yang ditentukan. Usulan itu ditolak karena astronom Tiongkok tak dapat melakukannya. Padahal, menurut Verbiest, dalam astronomi, verifikasi prediksi adalah test valid daripada ajaran-ajaran yang selama ini diterima astronom dan rakyat Tiongkok. Saya tak mampu berbuat apa-apa, Adam Schall tetap divonis mati dan 13 asistennya, termasuk warga Tiongkok sendiri, dipenjara.

Yang lucu ialah, sehari kemudian terjadi gempa hebat dan meluluhlantakkan ibu kota kekaisaran. Nah, penafsiran terhadap gempa itu, karena tak termasuk ilmu astronomi, dibuat dengan pengertian tradisional Tiongkok: gempa bumi adalah pertanda bahwa di kekaisaran itu telah dilakukan ketidakadilan yang besar. Maka, hukuman yang dijatuhkan kepada Adam Schall dan kawan-kawan itu dibatalkan, meskipun pemulihan nama baik Adam Schall baru dilakukan oleh Kaisar Kangxi di tahun 1669, tiga tahun setelah kematian Schall.

Tapi kenapa saya cerita ini ya?😅
Prediksi astronomi mengasumsikan adanya variabel konstan, yang tak terpengaruh oleh aneka perubahan. Dalam teks bacaan hari ini, variabel konstan itu yang disodorkan Guru dari Nazareth: langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanku tidak akan berlalu.
Tentu saya tidak hendak mengatakan bahwa kata-kata Guru dari Nazareth adalah kata-kata Allah sendiri. Lha mosok Allah lapar dan haus. Akan tetapi, poin saya bukan problem teologis soal relasi Allah dan Guru dari Nazareth; ini adalah perkara membedakan mana variabel konstan yang perlu dijadikan pegangan orang beriman.

Untuk itu saya meminjam istilah Anthony de Mello: worldly feeling dan soul feeling. Instruksinya sederhana, tetapi mesti dipraktikkan untuk memahaminya. Begini saya terjemahkan tulisannya:
Ingatlah perasaan-perasaan ketika orang lain memuji Anda, ketika Anda diterima, diberi tepuk tangan; kontraskanlah itu dengan perasaan yang muncul dalam diri Anda ketika melihat sunrise atau sunset atau ketika Anda menikmati membaca buku, menonton film. Cecapilah kembali perasaan-perasaan itu dan kontraskanlah dengan perasaan yang muncul ketika Anda dipuji. Pahamilah bahwa tipe pertama perasaan itu datang dari self-glorification atau self-promotion. Itulah worldly feeling. Tipe kedua muncul dari self-fulfillment, dan itulah soul feeling. 

Hal yang sama bisa diterapkan pada kontras lain: ketika sukses mencetak rekor, juara pertama, menang permainan atau menang debat dan ketika Anda sungguh menikmati pekerjaan, seluruh perhatian terserap ke dalamnya, Anda sungguh terlibat. Anda tahu mana worldly feelings dan mana soul feelings. Kalau Anda mau selamat, sebaiknya memupuk soul feelings lebih daripada worldly feelings. Kalau tidak, Anda bakal dapat Salam dari Jijay, mengira berbuat baik karena iman, jebulnya cuma memupuk worldly feelings. Konon, orang beriman itu bergerak maju bahkan meskipun sesekali menoleh ke belakang. Tolehan ke belakang pun dimaksudkan supaya gerak majunya lebih efektif, bukan demi romantisme tradisi.

Tuhan, semoga hanya kepada cinta-Mu hati kami terpaut. Amin.


HARI MINGGU BIASA XXXIII B/1
14 November 2021

Dan 12,1-3
Ibr 10,11-14.18

Mrk 13,24-32

Hari Minggu Biasa XXXIII B/1 2015: Agama Membosankan