17+

Setelah berumur 17+, saya tidak begitu gemar makan jeroan. Waktu saya kecil, itu menu favorit (kalau ortu lagi punya duit). Sekarang, juga saat saya punya duit, jeroan tak pernah jadi makanan favorit. Melihat pun, saya tak berminat. Akan tetapi, apa daya, demi menonton Squid Game, saya melihat jeroan juga; bukan jeroan ayam lagi, melainkan jeroan orang. Ini mengerikan, pun meskipun saya sudah 17+. Saya teringat film The Hunger Games [mungkin karena pemeran Katnissnya gimana gitu], tetapi rasa saya Squid Game ini lebih brutal dan vulgar. Barangkali karena pernik-pernik Squid Game lebih dekat dengan hidup konkret, sehingga kekerasan yang ditampilkannya lebih sulit saya terima.

Meskipun demikian, memang film itu menggugat gagasan soal kehidupan, relasi antarmanusia, dan relasi dengan Tuhan, yang ditunjukkan oleh beberapa karakter di dalamnya. Akan tetapi, saya tidak hendak mengulasnya di sini; malas menonton ulang soalnya, selain saya sudah lupa nama karakter-karakternya🤭.

Teks bacaan hari ini saya kira menunjukkan ‘jeroan’ Guru dari Nazareth: bagaimana beliau berhadapan dengan segala jenis godaan; dan jika dalam rumusan doa dikatakan beliau menjadi sama dalam segala hal dengan kita, kecuali dalam hal dosa, itu tak lain hanya berarti beliau tidak pernah terpeleset dalam godaan. Semua peserta Squid Game memiliki problem hidup yang dalam situs permainan tampaknya bisa diatasi dengan puluhan juta won yang senantiasa mengiming-imingi mereka. Cengkeraman godaan itulah yang membuat orang sulit memilih dan pilihan-pilihan cepatnya cenderung merusak relasi dengan hidup, dengan sesama, dan dengan Tuhan.

Pagi ini saya terima posting di grup medsos berupa definisi perang menurut Erich Hartman: tempat orang-orang muda yang sebetulnya gak saling kenal, gak saling benci juga, saling membunuh akibat keputusan orang-orang tua yang saling mengenal dan saling membenci, tetapi gak mau saling membunuh.
Kategori tua-muda bisa dimodifikasi, dan begitulah kenyataan hidup yang ditawarkan Squid Game: ketika orang mempermainkan hidup yang cuma jadi transaksi antarmanusia, bahkan transaksi dengan Tuhan, perang tak terhindarkan dan survival hanyalah perkara keberuntungan. Begitu pula, agama cuma perkara tontonan, bukan lagi tuntunan, karena orang tak mau melibatkan pilihan-pilihan dalam hidupnya yang berpihak kepada Allah. Semua cuma perkara keberuntungan, bukan keterlibatan.

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya pilihan-pilihan konkret kami tidak meleset dari panggilan cinta-Mu. Amin.


HARI MINGGU PRAPASKA I C/2
6 Maret 2022

Ul 26,4-10
Rm 10,8-13
Luk 4,1-13

Posting 2016: Cinta Satu Malam