Indeks Kebahagiaan

Saya hidup di provinsi termiskin dan teman saya yang tinggal di provinsi terkaya (duitnya dapat dari provinsi-provinsi lain wkwkwk) berkomentar: “Lha wong pemerintahmu itu gak pake’ indeks kesejahteraan; yang dipakai indeks kebahagiaan!” Mak jleb gitu rasanya (meskipun saya ya bukan orang pemerintahan): memang untuk bahagia, orang gak perlu sejahtera juga. Orang semelarat apa pun bisa tetap bahagia, bisa bersyukur, bisa tetap untung, dan seterusnya.

Bagi orang-orang seperti ini, teks bacaan Injil hari ini klop, tetapi tafsirannya bisa ngawur pake banget. Tuncep poin aja kalimat pertama sabda bahagia: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” Sebagian orang memodifikasi teks ini dengan embel-embel ‘roh’, yaitu berbahagialah mereka yang miskin dalam roh. Tapi, maksudnya kan ga jelas amat; miskin kok dalam roh tuh gimana.

Sabda bahagia ini konon bukan rumusan khusus yang disodorkan Yesus. Sudah jamak orang menyampaikan sabda seperti itu untuk memberi ucapan selamat kepada mereka yang dianggap sukses. Hanya saja, sukses enggaknya orang itu kan seperti indeks kebahagiaan tadi; sangat relatif. Omong-omong, apa ada di bawah kolong langit ini yang gak relatif ya?

Taruhlah miskin berarti gak punya apa-apa. Akan tetapi, apakah ungkapan Yesus ini ditujukan kepada orang yang gak punya apa-apa itu? Kontradiktif dong, memberi selamat kepada orang bahwa mereka gak punya apa-apa! Orang kena bencana, kena musibah, dan jadi miskin: apakah kepada mereka ini sabda bahagia ditujukan? Jelas-jelas menyedihkan! Mosok Tuhan menginginkan kesedihan orang? Aneh amat.

Saya kira juga Tuhan tidak menghendaki indeks kebahagiaan. Kalau iya, mesti dihubungkan dengan indeks lain; yang disebut dalam teks bacaan pertama adalah indeks keadilan (sosial). Nah, kalau diletakkan di situ malah saya bisa mengerti modifikasi orang terhadap teks ini dengan frase miskin dalam roh. Nalarnya sederhana. Semua orang mestinya memerlukan kebutuhan dasar untuk hidup, tetapi lain perkaranya dengan roh kapitalis atau korupsi: kebutuhan dasar saja tidak cukup. Kebutuhan pokok saja tak memuaskan. Mesti ada kualitas yang ditingkatkan; jadi mesti naik jenjang terus seturut kualitas yang diinginkannya, yang tak pernah usai. Tidak hanya itu, kualitas itu juga dikejarnya untuk lingkaran dekatnya.

Alhasil, semangat atau roh kapitalis dan korupsi bikin orang gak selesai-selesai dengan dirinya sendiri. Kalau gak selesai dengan dirinya sendiri, ya apa-apa saja terus dikejarnya untuk dirinya sendiri. Lha, orang seperti ini, bagaimana mau bahagia? Dengan roh kek gini, bagaimana orang bisa menjangkau Kerajaan Surga yang di sini dan sekarang ini?

Jadi, rasanya sabda bahagia Yesus ini lebih klop dengan indeks keadilan: orang mengarahkan segala daya dan resourcenya untuk menata hidup supaya lebih berkeadilan, lebih empatik, solider, sehingga tak lagi ribet dengan ekspansi ke sana kemari hanya untuk pengayaan diri sendiri, kelompok sendiri, agama sendiri, suku sendiri, dan seterusnya. Begitulah orang miskin, yang dalam teks ditujukan kepada mereka yang mengikuti Yesus itu, bukan kepada korban bencana, korban kejahatan, dan sejenisnya. Justru indeks keadilan dimaksudkan supaya potensi bencana, kejahatan, dan sejenisnya itu bisa dilenyapkan seperti penjajahan.

Apa daya… mungkin Anda dan saya diam-diam menyukai penjajahan.

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan untuk mewujudkan keadilan-Mu. Amin.


HARI MINGGU BIASA IV A/1
Minggu, 29 Januari 2023

Zef 2,3.3,12-13
1Kor 1,26-31
Mat 5,1-12a

Posting 2017: Carilah Tuhan, Bukan Agama