Gebrakan

Published by

on

Menu makan mahasiswa di kampus saya memang variatif, apalagi pas tanggal muda. Kadang saya kepo juga apa yang mereka makan saat saya hendak masuk kantor. “Makan apa itu?”
“Nasi ayam, Mo.”
“Ayam kampung atau ayam subsidi?”
“Kampung, Mo”
“Kampung di desa apa kampung di kota?”
Gak tau, Mo. Mungkin kampung desa”
“Desa biasa atau desa wisata?”
“Desa wisata, Moooo”
“Wisata bahari atau wisata budaya?”
Yang saya tanya malah melotot, dan lebih baik saya ngeloyor masuk kantor menyelamatkan diri, kan?

Kadang-kadang memang pertanyaan-pertanyaan tak berguna seperti itu malah ada gunanya meskipun sekadar untuk basa-basi setor muka mengumumkan bahwa si penanya masih hidup. Kontennya tak perlu digubris. Mungkin juga kebanyakan tulisan dalam blog ini tak perlu digubris isinya, terutama posting hari ini. Ini syering yang tidak mengulas teks bacaan, tetapi terhubung dengan apa yang dirayakan Gereja Katolik hari ini.

Dulu ada devosi yang kegiatan pokoknya adalah menjaga Sakramen Mahakudus, 24 jam nonstop dengan bergantian petugas jaganya. Saya tidak paham maksud devosi itu; bukannya Sakramen itu yang menjaga umatnya ya? Apa ini gak kebalik? Kalau dinalar-nalar kan ya gimana gitu: mampukah kita manusia menjaga Tuhan, yang konon sebenarnya senantiasa menjaga kita?

Setelah saya lihat-lihat kembali, kok memang kebaktian itu munculnya pada abad ketika gerakan ateisme mulai merebak. Ya betul juga, kalau menghadapi ateisme memang gerakan devotif lebih masuk daripada cuma berwacana; bukan apa-apa, kalau yang berwacana tak mengerti kedalaman ateisme, ya gak banyak gunanya berwacana. Gerakan devotif tinggal masuk dalam tindakan simbolik yang konkret, dan orang tinggal mengambil sikap believe it or not gitu aja. 

Meskipun begitu, menurut intuisi saya, juga gerakan devotif pun sebaiknya tidak sekaku baja, pun jika dijalankan dengan niat dan semangat baja. Artinya, tetap diperlukan refleksi atau evaluasi supaya gerakan itu tidak menjadi tujuan demi dirinya sendiri dan justru bisa jadi gebrakan. Bukankah malah dulunya ‘tubuh dan darah’ ini adalah gebrakan?

Barangkali, kalau mau merenung, bisa direnungkan juga seberapa jauh hidup Anda dan saya, mungkin devosi-devosi Anda dan saya, menjadi gebrakan. Masih bisa ditanyakan lagi gebrakannya ke arah mana: progresif atau konservatif. Kalau pun progresif, progresifnya komunikatif atau manipulatif. Kalau komunikatif, komunikatifnya simbolik atau verbal melulu. Kalau simbolik, ritual belaka atau juga aktual, dan seterusnya…. ditutup dengan apakah itu semua membawa konsolasi atau desolasi, kan?

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya cinta-Mu sungguh aktual dalam gerakan kebaktian kami untuk memuliakan keluhuran ciptaan-Mu. Amin.


HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS A/1
11 Juni 2023

Ul 8,2-3.14b-16a
1Kor 10,16-17
Yoh 6,51-58

Posting 2020: Penjara Suci
Posting 2017: Komuni Pendosa
Posting 2014: Tubuh Kristus Kok Dimakan?

Previous Post
Next Post