Abangku

Published by

on

Mesias tanpa penderitaan adalah isapan jempol. Kebangkitan tanpa salib hanyalah omong kosong bin nggamblèh. Saya andaikan Anda menyimak sebuah siniar yang menampilkan sosok nelayan dari Banten yang menentang perilaku korporasi terhadap lahan mata pencahariannya. Ini soal pagar 30 km itu; bukan satu-satunya persoalan antara dunia pasar dan komunitas rakyat jelantah. Di aneka pulau di negeri ini mestilah ada masalah serupa: korporasi bisa berkongkalikong dengan negara atau alat kekuasaannya untuk mengeruk keuntungan dengan menggencet komunitas profesi yang hidupnya sangat bergantung pada alam.

Nelayan ini bersuara lantang, menyodorkan pandangannya bahwa tindakan korporasi itu adalah sebuah kezaliman, yang seharusnya bisa dilawan negara. Akan tetapi, Kholid, nama nelayan itu, sadar bahwa karena negara senyatanya adalah sekelompok manusia juga, belum tentu juga berani melawan korporasi. Di situ, Kholid menyatakan tekadnya untuk melakukan perlawanan jika negara absen. Menyala abangkuh…

Anda dan saya bisa memakai narasi dalam siniar Kholid nelayan Banten ini untuk memahami apa yang menimpa Yesus dari Nazareth, yang dalam teks bacaan utama hari ini disiratkan punya popularitas begitu tinggi. Reputasinya menyebar ke Yudea, Yerusalem, Idumea, Transyordan, dan kota-kota di pesisir Tirus dan Sidon meskipun tidak berkhotbah di daerah-daerah itu. Tentu, tidak semua kesaksian tentang identitasnya diterima dengan baik. Penulis Markus memberi tahu bahwa Yesus membungkam roh-roh jahat, yang tahu bahwa dia adalah Anak Allah.

Lha kenapa toh Yesus ini malah membungkam roh jahat yang tahu identitas Yesus yang sebenarnya? Pertama, konon, pada zaman itu, pembungkaman roh jahat memang bagian dari ritual pengusiran setan. Penulis Markus memakai ritual itu untuk menolak kesaksian roh jahat sebagai bukti identitas Yesus. Kedua, namanya roh jahat, ya mestinya buntut yang diharapkannya juga jahat dong. Ketiga, banyaknya orang yang mengerumuni Yesus untuk minta kesembuhan tidak menunjukkan banyaknya orang yang percaya akan identitas Yesus. Mereka ini malah dalam arti tertentu membahayakan Yesus sampai-sampai mesti menyingkir ke sebuah perahu.

Tentu, saya tak hendak menyamakan Yesus dari Nazareth dan Kholid, tetapi saya pikir baik jugalah Anda dan saya becermin pada siniar Kholid tadi. Saya bisa saja endorse dengan slogan “menyala abangku” dan mungkin banyak orang bersimpati dan setuju pada gagasan Kholid bahwa negara tidak boleh kalah oleh korporasi. Akan tetapi, popularitas itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa Anda dan saya menerima untuk terlibat dalam proyek Kholid tadi. Kita main aman saja, dan seperti itu jugalah yang dibuat roh jahat: main aman saja, bongkar identitas Yesus, akui saja identitasnya sebagai Anak Allah, biar dunia tahu semua! Pengakuan itu tidak salah, tetapi tanpa penderitaan dan salib, ya omong kosong bin nggamblèh itu.
Njuk mesti join Kholid ke Banten gitu ya, Rom?
Ya gak gitu juga kale’ karena tegangan korporasi-negara-komunitas itu ada di mana-mana, di sekeliling Anda dan saya. 

Tuhan, mohon rahmat jiwa besar untuk menanggung konsekuensi Cinta-Mu. Amin.


KAMIS BIASA II C/1
23 Januari 2025

Ibr 7,25-8,6
Mrk 3,7-12

Posting 2021: Deklarasi
Posting 2019: Meneladan Guru

Posting 2017: Ssst Jangan Brizieq

Posting 2015: Yesus Rada-rada Munafik?

Previous Post
Next Post