Deklarasi

Setelah rentetan konflik dengan mereka yang punya akses pada kekuasaan politik dan agama, Guru dari Nazareth menyingkir. Konflik penutup yang membuat hidup Guru ini masuk dalam plot kematian justru menegaskan bahwa pesan yang dibawanya persis berkebalikan dengan apa yang diinginkan lawan-lawannya. Hidup Sang Guru tidak bakal ringan sampai matinya dan tidak ada jaminan bahwa pesan yang dibawanya bakal dipahami lawan-lawannya.

Apa boleh buat, tanpa ketulusan, orang tak mengerti Kabar Gembira. Sebabnya, Kabar Gembira itu akan ditafsirkannya seturut perspektif dan kepentingannya sendiri. Celakanya, ketulusan tidak berbanding lurus dengan klaimnya. Orang yang mengklaim dirinya tulus, rendah hati, suci, lurus, dan sejenisnya, justru perlu mawas diri, jangan-jangan ketulusan itu malah menyingkir darinya. Guru dari Nazareth menyingkir bersama pesan Kabar Gembiranya, tetapi lawan-lawannya tak berhenti.

Lawan-lawannya tak lagi hanya orang Farisi dan kaum Herodian, tetapi juga siapa saja yang hidupnya dipengaruhi oleh roh jahat. Anda tahu bahwa tidak semua yang disampaikan roh jahat adalah sesuatu yang tampak jahat, jelek, atau keliru. Dalam teks bacaan hari ini jelas ditunjukkan bagaimana roh jahat itu menyerukan identitas Guru ini sebagai “Anak Allah” dan secara tegas Sang Guru melarang propaganda identitas “Anak Allah” itu. Kenapa? Bukan karena beliau ini bukan “Anak Allah”, melainkan karena yang menyatakannya adalah roh jahat; dan kalau roh jahat yang mempromosikannya, ujungnya tentu bukan kebaikan lagi. Bisa jadi itu diwartakannya justru untuk membingungkan, bahkan membuat orang saling baku hantam.

Jemaat penulis Markus rupanya dilingkupi ketakutan akan manifestasi kekuatan gelap, roh jahat, setan, dan sejenisnya. Sebetulnya penulis Markus hendak menegaskan bahwa umat beriman tak takut pada roh jahat dengan segala manifestasinya. Tak mengherankan, pada banyak tulisannya ada nuansa bahwa Guru dari Nazareth ini menang atas roh jahat. Problemnya ya itu tadi, manifestasi roh jahat itu bisa sangat lembut, bahkan dengan slogan “Anak Allah” itu.

Yang diminta orang beriman bukanlah duplikasi atribut “Anak Allah” atau proposisi “Yesus adalah Anak Allah” (kata Iwan Fals, kalau cuma omong, burung beo juga bisa), melainkan pembuktian bagaimana kualitas anak Allah atau sifat-sifat Allah itu bisa maujud dalam hidup konkretnya. Kalau itu sungguh terwujud, niscaya deklarasi “Yesus adalah Anak Allah” sebagaimana diletakkan pada mulut tentara Romawi di bawah kayu salib (dan orang-orang kerasukan dalam teks hari ini) tak lagi relevan, tak perlu lagi digembar-gemborkan.

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan untuk mengenali sifat-sifat-Mu dan menghidupinya dalam kenyataan sehari-hari. Amin.


KAMIS BIASA II B/1
21 Januari 2021

Ibr 7,25-8,6
Mrk 3,7-12

Posting 2019: Meneladan Guru
Posting 2017: Ssst Jangan Brizieq

Posting 2015: Yesus Rada-rada Munafik?