Mana Tahan

Published by

on

Saya itu jengkel banget membaca berita soal pemerintah berkoar-koar mengenai proyek ketahanan pangan bin food security. Mosok sejak zaman kemerdekaan, wacana hidup berdikari bin swasembada malah digeser ke proyek ketahanan pangan! Kapan merdekanya negeri ini dengan ketahanan pangan?
Ya kan dah sejak lama merdeka, Rom.
Betul, kemerdekaan untuk para rentenier dan ketahanan pangan jelas terjamin. Akan tetapi, berapa banyak petani yang de facto tak bisa tahan lagi dengan biaya hidup yang terus meningkat terhimpit korporasi raksasa? Ini bukan letupan kejengkelan belaka. Ada tolok ukurnya: nilai tukar petani, yang sudah sekian lama tak bisa stabil dan masif mencapai angka 125. Jika saya tak salah ingat, ini angka yang dicita-citakan serikat petani.

Jangan-jangan nih ya, bukan saja pemegang status quo tak berbuat apa-apa, melainkan juga tak punya perhatian atau bahkan dengan sengaja melanggengkan ketergantungan besar petani dan untuk selanjutnya biarlah habis petani di negeri kaya raya ini karena ketahanan pangan bisa dicapai dengan impor. Impor  skala besar begini memberi makanan empuk rentenier yang tidak bersusah payah memproduksi apa-apa. Mungkin bermodal hutang, dan laba yang diperolehnya bisa puluhan kali lipat. Jangan-jangan nih ya, Anda dan saya hidup di negeri rentenier.

Teks bacaan utama hari ini menyodorkan kejengkelan para murid karena Yesus yang ada di perahu mereka itu malah enak-enak tidur ketika badai menerpa perahu mereka. “Engkau tidak peduli kalau kita binasa, ya!” Sontoloyo tenan og. Yang sontoloyo ya murid-muridnya itu: jelas-jelas Yesus sama-sama dalam perahu mereka, gimana bisa bilang bahwa dia gak peduli?
Ya gimana bisa bilang dia peduli, wong dia tidur?!

Baiklah, tak usah berpikir bahwa begitulah kejadiannya tetapi mari lihat bahwa orang panik atau stres itu tak bisa tidur. Minimal, kalau Yesus bisa tidur, itu berarti dia tidak panik, tidak stres. Tidak bisa disimpulkan bahwa orang yang tidak panik atau tidak stres itu berarti tak peduli. Nyatanya, saat dibangunkan, dia tidak panik dan langsung menangani sumber badainya: “Diam! Tenanglah!”
Itulah yang membedakan Yesus dari murid-muridnya. Ia tidak cari teman panik atau galau. Ia pun tidak menuduh murid-muridnya tak peduli, tetapi mengkritik iman dangkal mereka. Lha rak sontoloyo tenan toh orang lain gak ikutan panik malah dibilang gak peduli!

Pada momen kritis ketika orang mulai menuduh Allah yang tak peduli, ia sebaiknya mawas diri jangan-jangan ia adalah die hardnya proyek ketahanan pangan dengan bansosnya alih-alih pegiat program swasembada pangan.
Lah hubungannya apa je, Rom?
Allah yang peduli itu direpresentasikan Yesus yang tahu akar persoalan dan dia menghadapinya! Manusia yang tak pedulilah yang panikan dan cari jalan mudah yang tidak sustainable dan malah menyokong status quo.

Tuhan, mohon rahmat keheningan batin untuk memahami akar persoalan hidup bersama kami dan mengelolanya dengan kuasa cinta-Mu. Amin.


SABTU BIASA III C/1
1 Februari 2025

Ibr 11,1-2.8-19
Mrk 4,35-41

Posting 2021: Mboten Sare, Gus?
Posting 2017: Katanya Jago

Posting 2015: Pembawa Damai nan Ceria

Previous Post
Next Post