Kegalauan umat beragama di masa pandemi bisa dimengerti: untuk jangka waktu panjang, tak lagi bisa menjalankan ritual seperti biasanya, tak lagi bebas berziarah, tak bisa jumpa dengan umat lain untuk berdoa bersama, dan seterusnya, seakan-akan umat beragama tak bisa lagi menjumpai Tuhan. [Lha memangnya sebelum pandemi bisa menjumpai Tuhan?🤭] Ini jadi masa kering yang membuat hidup jadi ampang, kalau bukan ambyar.
Teks bacaan hari ini saya kira bukan cerita tentang kejadian yang dulu terjadi begitu, tetapi malah cocok untuk merefleksikan hidup orang beriman di masa sulit ini: benarkah Tuhan itu tidur dan tak peduli pada nasib manusia ciptaan-Nya? Benarkah Tuhan membiarkan manusia jatuh dalam masa kering berkepanjangan? Apa Dia malah tak menanggung risiko ditinggalkan umat-Nya ya?
Keyakinan populer orang beragama bahwa Gusti mboten sare alias Tuhan tidak tidur tentu boleh disodorkan, tetapi apa gunanya jika tak sambung dengan hidup konkret? Apa maknanya Gusti mboten sare bagi orang yang tertindas dan menindas? Apa artinya meyakini Tuhan eksis tapi orang menebarkan ancaman atau berita buruk bagi orang lain?
Entah Tuhan tidur atau tidak, kalau krisis berarti bahaya, bukankah itu juga berarti kesempatan untuk semakin mendengarkan dan memurnikan pemahaman kita akan pesan-Nya supaya sambung dengan keadaan konkret kita? Bukankah itu malah jadi batu uji bagi dasar pengharapan kita, jangan-jangan yang kita harapkan cuma perkara-perkara fana? Bukankah krisis tadi malah bisa jadi ajang pembuktian atas apa yang tak kelihatan: relasi batiniah dengan Dia yang kita anggap tidur?
Lah gimana sih Rom, wong justru karena masa kering ini orang tak punya relasi batiniah, malah meragukan eksistensi Allah, kok malah jadi ajang pembuktian?
Baiklah saya beri kata lain: pemurnian. Saya tidak ingat apakah pernah saya bagikan di sini pengalaman kering saya dalam doa selama setahun pada masa kuliah filsafat. Otak dan imajinasi saya bekerja keras setiap hari sepanjang tahun, dan doa hanya berarti bahwa saya meluangkan waktu sehari setengah jam meditasi untuk baca Kitab Suci dan selebihnya pikiran ngelantur ke sana kemari! Rupanya, saya memerlukan setahun ngelantur itu untuk menyadari bahwa kerja Allah juga bisa tersembunyi tanpa penjelasan apa-apa seakan Dia tidur atau tak peduli!
Teringatlah saya pada pesan pendahulu saya: kamu bisa saja absen untuk ritual atau menjalankan kewajiban religius lain karena alasan yang kuat, tetapi pemeriksaan batin, jangan sekali-sekali kamu tanggalkan. Masuk akal: karena itulah medium perjumpaan orang beriman dengan Allahnya.
Tuhan, mohon rahmat keheningan batin untuk menyelisik hati kami di hadirat-Mu. Amin.
SABTU BIASA III B/1
29 Januari 2021
Posting 2017: Katanya Jago
Posting 2015: Pembawa Damai nan Ceria
Categories: Daily Reflection