Mabur Aja Dulu

Published by

on

Yang merusak akidah agama Anda dan saya bukanlah akidah agama orang lain, melainkan kemandulan untuk menjaga integritas pribadi kita sendiri. Kemandulan ini membuat kata dan perbuatan tidak sambung dan prinsip tauhid, misalnya, hanya ada di kepalanya sendiri dan tidak sinkron dengan realitas kehidupan.
Lha, kalau sinkron dengan kenyataan hidup bukannya malah kompromistis ya, Rom?
Bukan, kompromistis tuh seperti partai-partai pemenang pemilu bagi-bagi jabatan publik, yang artinya jelas bahwa utamanya jabatan strategis alih-alih kesejahteraan bersama. Salah satu dampak penjungkirbalikan prioritas ini adalah tagar kabur aja dulu.

Teks bacaan utama hari ini tampaknya klop dengan tagar itu juga: kalau sudah berurusan dengan akidah, kabur aja dulu dari orang-orang yang getol berhalusinasi dengan keyakinan dan pikirannya sendiri. Orang-orang macam begini akan meminta bukti tetapi tak ada satu bukti pun yang akan dipercayainya karena ia terkurung oleh akidahnya sendiri. Apakah akidahnya keliru? Non sequitur. Tak harus berarti akidahnya keliru, tetapi akidah itu bisa mengekangnya sedemikian rupa sehingga orang tak bisa melihat kemungkinan lain. Bagi orang-orang seperti ini, kemungkinannya cuma hidup atau mati.

Karakter Kain dalam bacaan pertama menunjukkan hal itu: ia membunuh adiknya dan baru disodori pertanyaan informatif saja (di mana adikmu), ia sudah ng(ok)egas menyangkal prinsip solidaritas sosial (lu kira gua babysitternya?). Bahkan, ketika ia menghadapi kenyataan hidup ke depan yang keras, ia hanya bisa berpikir kalau tidak membunuh, ia pasti akan dibunuh. Ia hidup dalam situasi perang, dan mindset itu rupanya terpelihara juga sampai hari ini. Di hadapan orang-orang seperti ini, tak hanya dicontohkan oleh Yesus yang meninggalkan mereka dan ‘mabur’ ke seberang, tetapi juga Ip Man yang mengajari murid-muridnya untuk lari alih-alih berkelahi dengan banyak orang yang di kepalanya hanya ada persekongkolan untuk menggelembungkan diri dan menghabisi orang lain.

Kabur dari ajang perseteruan seperti itu bisa jadi landasannya ketakutan. Akan tetapi, takut berseteru tidak perlu juga dianggap semata sebagai manifestasi sifat penakut. Kan lucu juga IP Man sebagai petarung mengajari muridnya untuk takut berseteru. Bisa jadi ada landasan rasionalnya: masih ada kemungkinan lain untuk mencapai tujuan hidup yang lebih mulia, bahkan jika itu berarti menghormati akidah lain. Menghormati akidah lain tidak berarti menjalankan akidah itu, tetapi mengakui bahwa akidah lain itu, sebagaimana akidah yang dijalankannya, berasal dari Allah YME yang menghendaki keselamatan bagi seluruh ciptaan-Nya. Semakin efektif membangun kemaslahatan,bukan semakin gencar berseteru mengenai akidah, semakin akidah itu berterima dalam aneka konteks hidup.

Tuhan, mohon rahmat supaya hidup kami sungguh mencerminkan akidah yang sesuai dengan kehendak cinta-Mu. Amin.


SENIN BIASA VI C/1
17 Februari 2025

Kej 4,1-15.25
Mrk 8,11-13

Posting 2021: Toserba
Posting 2019: Puasa Kuasa
Posting 2017: Konstitusional Sih, Tapi..
Posting 2015: Iri Hati Gak Boleh…Katanya

Previous Post
Next Post