Relatif sudah sejak abad lalu ada permintaan baik dari awam maupun dari imam supaya Vatikan memberi izin imam-imamnya menikah. Di beberapa tempat bisa jadi antara umat dan imam sudah tahu sama tahu bahwa imamnya punya istri simpanan. Secara teoretis orang bisa berargumentasi bahwa aneka pelecehan seksual disebabkan karena pelakunya tidak punya akses untuk berelasi seksual: tidak menikah, tidak punya keluarga.
Akan tetapi, argumentasi ini jelas sangat rapuh begitu terungkap pelecehan seksual yang dilakukan oleh mereka yang punya istri atau suami. Pelaku pelecehan seksual tidak hanya mereka yang selibat, meskipun yang banyak disoroti adalah para imam katolik (persis karena secara eksplisit mereka menjanjikan hidup wadat atau selibat). Orang yang mengalami kecanduan seksual bahkan mengakui bahwa problem seks yang mereka punya pada dasarnya bukan soal seksnya sendiri, melainkan soal relasi antarmanusia. Jika relasi itu berproblem (entah karena trauma atau ketidakberesan kecil dalam masa lalu), pelecehan seksual bisa menjadi salah satu manifestasinya. Soal ini sudah diulas dalam buku Cara Menguji Ketulusan Cinta.
Buku Teologi Seksual tidak secara khusus mengkaji problematika seksualitas, tetapi menyodorkan suatu pendekatan yang berbeda terhadap relasi antarmanusia yang memang rentan terhadap aneka persoalan. Kajian ini berbeda dari ulasan lainnya. Meskipun bahasa yang dipakai adalah bahasa populer, Teologi Seksual mengundang umat beriman untuk merefleksikan relasi seksualnya dalam terang imannya. Pastilah ini bukan uraian dogmatis mengenai apa yang dikatakan Gereja Katolik mengenai seks. Tulisan ini mengundang orang untuk memahami seksualitasnya dalam kerangka teologi.
Tentu kata ‘teologi’ sendiri bukan kata yang familiar di telinga kebanyakan pembaca di Indonesia. Akan tetapi, justru Teologi Seksual bisa dibaca sebagai pengantar kepada ilmu teologi itu, yang menuntun umat beriman untuk berteologi tanpa mengikuti kuliah-kuliah ilmu teologi.
Ingin bertanya
LikeLike
Tidak ada yang melarang, silakan.
LikeLike