SELASA PRAPASKA II
Yes 1,10.16-20
Dengarlah firman Tuhan, hai pemimpin-pemimpin… Perhatikanlah pengajaran Allah kita, hai rakyat….Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda! ….Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu. Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.
Mat 23,1-12
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya…. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
Pertobatan tidak cukup dipahami sebagai ‘kekapokan’ melakukan yang jahat atau yang tidak baik. Maka dari itu, puasa sebagai jalan pertobatan kristiani pun tidak bisa hanya dimengerti sebagai aturan untuk tidak makan dan minum seperti biasanya. Itu tidak sulit. Bukankah banyak mahasiswa selama sekian tahun hanya makan dua kali atau bahkan sekali dalam sehari? Memang ada yang lebih sulit: sama sekali tidak makan/minum selama 40 hari. Bahkan, ada yang mengklaim selama sekian puluh tahun tidak makan dan minum (meskipun klaim itu pantas diragukan).
Tetapi, pertobatan kristiani bukanlah soal lama-lamaan tidak makan dan minum! Orang bisa saja tidak makan/minum selama 40 hari, tetapi mungkin ia tidak berbuat apa-apa: tidur sepanjang hari, bermalas-malasan di kantor, bermain game, menghitung-hitung waktu untuk buka puasa, dan lain sebagainya! Pertobatan justru menuntut orang untuk berbuat sesuatu supaya proyek Allah bisa terwujud dalam hidup konkret. Entah ia makan/minum atau tidak, tobatnya mestilah memberi kontribusi bagi upaya Allah untuk menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada semua.
Pertobatan seperti ini tidak dimungkinkan oleh kemunafikan ala ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka memiliki posisi yang baik untuk merealisasikan kerajaan Allah, tetapi kepicikan dan kemunafikan mereka membuyarkan semuanya. Banyak posisi penting dalam struktur masyarakat yang diduduki oleh orang-orang munafik sehingga sulitlah Allah meraja. Orang-orang ini omong besar atas hal kecil yang dikorbankannya, tetapi tak berbuat apa-apa terhadap hal besar yang membahayakan kemanusiaan!!!


7 responses to “Tobat: Lebih dari Sekadar Kapok”
[…] orang menempuh jalan seperti si bungsu, ia memahami tobat melulu sebagai ‘kapok melakukan sesuatu‘ (yang belum terjamin juga apakah ia akan mengulanginya atau tidak). Paling banter, ia hanya […]
LikeLike
[…] orang paham arti pertobatan, yang bukan sekadar kapok melakukan sesuatu (dosa), logisnya, ia tidak memilih golput. Kenapa? Karena golput berarti abstain, gak mau […]
LikeLike
[…] ditayangkan media lainnya membuat TV ini layak disebut bertobat? Tentu tidak sesederhana itu karena tobat bukanlah tindakan strategis. Misalnya, kubu PS bisa saja toh menerima hasil quick count yang kredibel supaya sahamnya tidak […]
LikeLike
[…] Mengapa orang yang berhutang jauh lebih besar dalam perumpamaan itu tidak memberi toleransi pada orang lain yang hutangnya sedikit saja? Karena tak ada bela rasa dalam dirinya. Mengapa tak ada bela rasa? Karena ia tidak sungguh bertobat! Masih kita ingat bahwa tobat sangat erat terkait dengan kepedulian atau solidaritas kepada proyek Allah. […]
LikeLike
[…] berkoar-koar supaya orang bertobat. Padahal, orang benar mana berpikir soal tobat?! (Linknya tuh klik di sini […]
LikeLike
[…] kapok; dan meskipun trus bisa saja orang bertobat setelah kapok, itu tetaplah bernama kapok dan tobat lebih dari sekadar kapok. Lha iyalah, kalau cuma kapok, anak anjing alias kirik pun bisa (setelah moncongnya dipukuli […]
LikeLike
[…] Klik di sini untuk lihat posting tahun lalu […]
LikeLike