Kesalehan yang Gak Narsis

Hari ini disodorkan sosok Hana, nabi perempuan yang sepeninggal suaminya jadi aktivis Bait Allah, tak menikah lagi. Tak begitu jelas maksud kalimat bahwa dia tidak pernah meninggalkan Bait Allah, apakah dia seperti seorang garin (Sang Kakek dalam narasi Robohnya Surau Kami) atau seperti ibu-ibu janda yang selalu siap sedia bagi kegiatan gereja. Pokoknya dikatakan bahwa siang malam ia beribadah dengan berpuasa dan berdoa.

Orang mungkin mengira bahwa kesalehan devotif seperti yang dijalankan Hana adalah kesalehan yang naif, yang bisa jadi kesalehan narcisistik.  Akan tetapi, narasi singkat mengenai Hana ini tidak memberi indikasi ke arah sana karena jelaslah keselamatan yang dinantikan Hana bukan keselamatan egosentrisnya, melainkan keselamatan yang dinantikan oleh banyak orang dan ia pun bernubuat bagi semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem. Tidak ada kesan juga bahwa kesuciannya itu dipakai sebagai topeng untuk menarik cowok atau pedekate dengan Simeon, misalnya.

Hal yang menarik dari sosok seperti itu bukanlah kesan saleh yang ditimbulkan oleh devosinya: puasa Senin-Kamis, doa nan tampak khusyuk (padahal pikirannya melayang-layang ngelantur ke sana kemari), jalan salib meriah, dan sebagainya. Yang menarik dari devosi itu adalah komitmen, yang untuk orang zaman sekarang mungkin tak begitu jelas lagi atau luntur penghayatannya karena aneka macam tawaran yang menarik. Ya maklum, karena mau apa-apa saja yang menarik, orang mudah gonta-ganti apa saja yang menarik. Orang merasa tak perlu komitmen pada satu dua hal yang jauh lebih penting daripada hal-hal menarik lainnya.

Komitmen dalam tindakan devotif ini juga yang melingkupi pendidikan anak yang dinubuatkan oleh Hana tadi: bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah… Tentu saja itu tak sekali jadi, tetapi melalui pendampingan dari hari ke hari dan memang begitulah: kesucian tak terpisahkan dari hidup rutin sehari-hari (berdoa bukan seturut musim ujian dan ‘cobaan’ saja), tetapi terjadi dalam dan melalui rutinitas sehari-hari itu


HARI KEENAM OKTAF NATAL
Selasa, 30 Desember 2014

1Yoh 2,12-17
Luk 2,36-40