Ada orang yang berpikiran bahwa jika semua orang di dunia ini menjalankan hukum agama tertentu, niscaya dunia berubah jadi surga. Seandainya semua orang di dunia ini dibaptis dan hidup konsekuen dengan ajaran agama baptisan itu, pastilah dunia penuh kasih nan damai! Betul, tetapi kepastian itu adanya dalam pengandaian doang. Ironis, bukan? Pada kenyataannya, kejahatan tak mungkin sirna sama sekali selama bumi ini berputar pada porosnya.
Perumpamaan dalam teks Injil hari ini kiranya mengindikasikan hal itu. Kerajaan Allah itu seperti pukat yang ditebarkan di laut, lalu akhirnya dua ujungnya ditarik dan orang memilah-milah mana ikan yang baik dan yang tidak. Sebelum pukat itu ditarik ke pantai dan orang memilih-milih ikan yang baik, ikan yang jelek ada bersama ikan yang baik. Kok ada ikan baik ikan jelek sih? Ya memang di Kitab Suci Perjanjian Lama disodorkan patokan hukum haram-halal begitu, termasuk mengenai ikan yang jelek, yang gak boleh dimakan. Tapi, gak usah ribet dengan itu ya; poinnya ialah bahwa yang jahat itu tidak akan hilang secara total sebelum akhir zaman. Jadi, gak perlu juga ngimpi bahwa dunia ini murni bersih dari kejahatan.
Jika hari kemarin disodorkan insight supaya orang berfokus saja pada kebaikan (bukan tugas kita sekarang ini untuk memilah-milah gandum dari lalang), hari ini ditawarkan poin lain yang lebih mendasar: kebaikan itu muncul dari suatu relasi. Relasi bagaimana brow?
Di akhir teks dikatakan: setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya. Saya sih mendengar itu cuma plonga-plongo: wong edan, maksudmu apa sih dengan pernyataan itu?!
Murid sejati kiranya terus belajar bertumbuh dalam memahami ajaran gurunya. Oleh Yesus dianalogikan sebagai orang yang ngerti barang lama dan barang baru, dan karena orang itu disebut ahli Taurat, itu berarti orang yang sungguh ngerti hukum yang diwahyukan dalam Perjanjian Lama sebagai ‘barang lama’. Akan tetapi, itu bukan semua ahli Taurat, melainkan hanya ahli Taurat yang menerima pelajaran soal Kerajaan Surga. So, selain ia menguasai ‘barang lama’, ia juga memahami insight perwahyuan baru melalui Yesus dan bagaimana perwahyuan baru itu memenuhi janji ‘lama’ yang banyak diomongkan dalam Perjanjian Lama.
Di situlah letak relasi tadi: orang mesti menangkap di balik hukum lama suatu insight baru yang lebih inklusif terhadap semakin banyak orang (bdk. Allah yang senantiasa inklusif dan agama yang seyogyanya juga begitu). Pukat dibuat untuk menjaring lebih banyak tangkapan. Ahli Taurat yang disinggung Yesus ini adalah sosok pribadi yang seimbang, yang terbuka pada kemanusiaan dan keilahian, yang mampu membuat discernment atas roh baik dan roh jahat, dan tetap menaruh kepercayaan pada relasi pribadinya dengan Tuhan. Ini tidak mengimplikasikan bahwa kejahatan secara faktual enyah total dari muka bumi sekarang ini.
Ya Allah, semoga dalam aneka hiruk pikuk hidup ini, hatiku senantiasa terpaut pada-Mu. Amin.
HARI KAMIS BIASA XVII B/1
30 Juli 2015
Kel 40,16-21.34-38
Mat 13,47-53
Posting Tahun Lalu: Layu Sebelum Berkembang, Plis Deh…
Categories: Daily Reflection