Transformer

Kebanyakan pertikaian terjadi karena entah salah satu pihak atau kedua belah pihak, bermain monolog dalam pikirannya sendiri dan mengambil kesimpulan dalam terang monolog itu, tanpa sentuhan sama sekali dengan kenyataan sesungguhnya mengenai pihak lain. Orang lebih nyaman dengan landasan idenya sendiri mengenai pribadi lain daripada pengalaman perjumpaan dengannya. Bisa jadi orang tetap bertemu, tetapi yang ada hanya kedangkalan.

Perjumpaan dengan Yesus membongkar kedangkalan. Seorang buta, yang mungkin dalam Injil Markus dikisahkan sebagai Bartimeus, mendengar serombongan orang datang dan bertanya apa itu yang datang. Dia diberi info: itu Yesus dari Nazaret. Maka berserulah ia,”Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Di kepalanya sudah ada ide bahwa dari keturunan Daud itu muncul Mesias yang bisa menyembuhkan orang sakit. Maka, ia berseru mohon kesembuhan. Apakah idenya betul? Tunggu dulu.

Pada bab sesudahnya (Luk 20,41-44) diutarakan argumentasi Yesus mengenai atribut ‘Anak Daud’ yang diteriakkan orang buta ini: kok isa Daud menyebut anaknya itu sebagai Mesias? Wagu gitulohmosok fakultas berdosen S1 bisa memberi gelar S2 kepada lulusannya? Ide di balik argumentasi Yesus ialah bahwa Mesias tak bisa dipatok pada keturunan Daud belaka. Maksudnya, Mesias tidak muncul dari ranah manusia keturunan Daud tanpa intervensi keilahian. Jadi, atribut Anak Daud itu sebetulnya tidak begitu tepat karena hanya menyentuh dimensi manusiawi dan dimensi manusiawi itu mengasosiasikan Mesias dengan Daud yang jaya. Itu mirip dengan ide yang dipunyai Petrus mengenai Mesias: sosok pemenang dalam level manusiawi.

Maka, bisa jadi Yesus juga tak begitu sreg dengan sebutan Anak Daud; tapi ya piye maneh, sejak dulu diajarkan bahwa Mesias itu muncul dari keturunan Daud kok. Ini bukan saatnya Yesus memberi pelajaran atau katekese. Ia meminta orang-orang, yang tadinya menyuruh orang buta itu diam, supaya membawa orang buta itu datang kepadanya. Ia tidak berdebat soal atribut Anak Daud, tapi menanyakan apa yang sesungguhnya ia inginkan dengan teriakannya itu. Menarik, orang buta itu tidak memakai atribut Anak Daud lagi, ia menyebut Tu(h)an. Keinginannya jelas: mohon sembuhkan sakit mata saya ini.

Granted! Meskipun orang buta itu punya keterbatasan dalam idenya, sekurang-kurangnya ia tahu apa yang diinginkannya dari sosok Mesias. Yesus memberi penekanan: Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Perjumpaan dalam iman kepada Tuhan menjadi kekuatan yang mentransformasi hidup orang. Memang perkembangan teknologi muncul dari ide, tetapi transformasi hidup seseorang muncul dari iman (yang tak pernah ideologis seperti agama), yang senantiasa diperkaya dalam perjumpaan.

Kalau satu dua kelekatan masih bisa ditolerir, barangkali lebih baik punya kelekatan terhadap perjumpaan dalam iman daripada kelekatan terhadap ide atau gagasan sendiri. Bisa jadi orang tidak sungguh-sungguh beriman justru karena punya kelekatan terhadap ide mengenai Tuhan. Orang tidak sungguh-sungguh berjumpa dengan Tuhan dan menyembah-Nya, tetapi menyembah ide-idenya sendiri tentang Tuhan. Begitu pula bisa jadi orang tak sungguh berjumpa dengan realitas nyata, tetapi hanya akrab dengan ide-idenya sendiri tentang realitas nyata. Dari situlah muncul komplikasi ideologi yang ujung-ujungnya ya teror nan horor; sekali buta tetap buta.

Tuhan, semoga aku senantiasa terbuka untuk menguji gagasan dan pahamku dengan perjumpaan yang meneguhkan aku dalam iman kepada-Mu. Amin.


HARI SENIN BIASA XXXIII B/1
16 November 2015

1Mak 1,10-15.41-43.54-57.62-64
Luk 18,35-43

Posting Tahun Lalu: Dah Tau Nanya’

1 reply