Silakan Mringis

Entah percaya pada teori penciptaan atau pada semesta yang tanpa awal dan akhir, hidup kita ini adalah momen untuk ‘menyeberang’. Kita mesti go through, pass (in the night), pass away juga, atau bagaimanalah mau diistilahkan dengan bahasa Inggris. Pokoknya orang tidak berhenti pada satu titik.

Tak mengherankan, pertobatan yang dicuat-cuitkan pada bacaan pertama juga mesti terkait dengan go beyond tadi. Pertobatan yang disinggung oleh Hosea juga adalah keadaan untuk ‘menyeberang’ atau ‘menyeberangi’ sesuatu. Andaikanlah anak kecil di pinggir kali diminta untuk melompati kali yang penuh binatang yang menjijikkan baginya, mungkin saja ia akan minggrang-minggring, takut-takut gimana gitu untuk melompat. Tak hanya anak kecil, orang dewasa pun bisa takut untuk bergerak maju, menyeberangi sesuatu yang masih gelap baginya.

Pesan bacaan Injil justru di situ: kamu itu diutus seperti domba tengah-tengah serigala. Artinya, memang dunia yang dihadapi oleh para murid Yesus adalah dunia yang keras. Kita lihat sendiri bagaimana terorisme mengoyak hidup beragama di berbagai belahan bumi. Agama berkoar-koar soal kedamaian, tetapi teroris melakukan yang sebaliknya atas nama agama, dan ini adalah dunia yang keras itu. Bagaimana agama bisa ‘menyeberangi’ dunia nan keras ini? Tak ada jalan mundur, tak ada kamusnya beroman-romanan melihat masa kejayaan agama. Orang-orang beragama mesti bergerak maju, berhadapan dengan kerasnya dunia itu dan mengatasinya.

Saya pernah cêngèngas cêngèngès menemani seorang teman, seorang Romo, yang datang kepada seorang tukang pijat. Tukang pijat ini tahu makanan apa itu romo dan tampaknya dia punya relasi dengan banyak orang Katolik dan tahu persis tradisi Katolik, tetapi saya tak yakin bahwa tukang pijat ini seorang Katolik atau Kristen. Tak ada petunjuk apapun di rumahnya mengenai kekatolikan, keislaman, dan keagamaan lainnya. Yang membuat saya cêngèngas cêngèngès adalah teman saya yang pringas-pringis dan berteriak-teriak sewaktu dipijat dan tukang pijat ini malah menceramahinya,”Katanya romo. Apa tidak mengerti juga gurunya [maksudnya tentu Yesus] menderita dan lebih sakit daripada cuma dibeginikan?” Lalu dia pijat lagi dan teman saya mengaduh lagi dan diceramahi lagi,”Apa tidak percaya gurunya itu bahkan mati ngênês dan lebih mengerikan daripada cuma terkilir begini.”

Setelah itu teman saya merem dan dipijat lagi. Mestinya sih ya sakit, tetapi mengaduhnya tidak sekeras tadi, dan saya cuma cêngèngas cêngèngès melihat romo yang dikotbahi tukang pijatnya.

Ya Tuhan, mohon kekuatan untuk mengalami susah derita dalam tugas perutusan kami dalam kebersamaan dengan-Mu. Amin.


JUMAT BIASA XIV
8 Juli 2016

Hos 14,2-10
Mat 10,16-23

Posting Jumat Biasa XIV B/1 Tahun 2015: Berani Nekat?
Posting Jumat Biasa XIV Tahun 2014: Apakah TV Bisa Bertobat?