Tiga hari ini disodorkan kata-kata kunci mengenai Kerajaan Allah yang tampaknya menyenangkan: pesta, hadiah, perayaan kemuliaan Allah. Memang, betapa menyenangkannya kalau perayaan kemuliaan Allah di dunia ini benar-benar dipenuhi pesta dan hadiah sebagaimana layaknya para selebriti. Sayangnya, perlu diakui bahwa hadiah dan pesta dalam merayakan kemuliaan Allah di dunia ini tidak identik dengan aneka pesta dan hadiah yang menyenangkan hati gitu deh. Masuk dalam Kerajaan Allah bukan perkara gampang dan menyenangkan.
Bacaan hari ini menerangkan hal itu. Mari kita tilik pertanyaan para murid kepada guru mereka: apa cuma sedikit orang sih yang bakal diselamatkan? Tahu jawaban si guru apa? Dia gak jawab!
Kira-kira kenapa ya dia gak jawab? Karena gak tertarik dengan pokok persoalan yang dipikirkan muridnya itu. Apa yang dipikirkan murid itu? Entahlah, saya juga tak tahu, tetapi dari rumusan pertanyaannya bisa kita baca pokok kegalauannya: soal jumlah! Apa keselamatan itu bakal cuma dinikmati oleh segelintir orang saja ya? Kalau iya, mungkin pikir murid itu, ia mesti berusaha sekuat tenaga supaya orang lain mengikuti cara berpikirnya, cara beragamanya, cara ber-Tuhannya, dan sejenisnya. Jadi, mari kita rekrut sebanyak mungkin orang supaya mengikuti cara kita!
Pola pikir itu adalah sebuah gombal amoh. Yesus tak tertarik pada persoalan jumlah, yaitu sedikit banyaknya orang yang diselamatkan. Kiranya pula dia tak tertarik pada hitungan statistika bahwa pemeluk agama A sekian milyar dan pemeluk agama B cuma beberapa ratus ribu. Ia juga takkan mengklaim bahwa yang jumlah pemeluknya sedikitlah yang jadi agama terbaik, atau sebaliknya, yang jumlah pemeluknya banyak. Wong memang dia tak tertarik pada problem kuantitas.
Ia lebih concern pada bagaimana orang membiarkan dirinya diselamatkan, yaitu dengan suatu perjuangan, ἀγωνίζoμαι (agónizomai). Bodo’ amat berapapun orang yang akan diselamatkan, yang penting orang fokus pada ἀγωνίζoμαι tadi. Akar kata ini juga dipakai Paulus sewaktu menulis surat untuk Timotius: I have fought the good fight, I have finished the course, I have kept the faith (2Tim 4,7 NAS), suatu kata yang akrab bagi dunia perlombaan olah raga (atletik) saat itu. Orang mesti berjuang untuk mendapatkan ‘prize’ (hadiah). Silakan bayangkan bagaimana perjuangan para atlet. Itu sudah cukup untuk menjelaskan agonizomai tadi: dibutuhkan askese, disiplin dalam pantang foya-foya, sikut-sikutan, ngikut wudêlé dhéwé, logika yang malah menghancurkan diri sendiri dalam mencapai tujuan. Atlet ini kiranya sudah tahu bahwa yang bakal menang cuma sedikit, tetapi entah siapa yang sedikit itu, yang penting ia giat menata dirinya sendiri supaya layak masuk dalam perhelatan itu.
Semoga Tuhan membantu. Amin.
HARI MINGGU BIASA XXI C/2
21 Agustus 2016
Yes 66,18-21
Ibr 12,5-7.11-13
Luk 13,22-30
Minggu Biasa XXI B/1 2015: Cinta Kok Maksa
Minggu Biasa XXI A/2 2014: Siapa Pegang Kunci Surga?
Categories: Daily Reflection