Kalimat dalam featured image yang kemarin ditampilkan konon adalah terjemahan kata-kata Pablo Picasso: The meaning of life is to find your gift. The purpose of life is to give it away. Itu paralel dengan ungkapan Suster Cristina dalam dialog dengan juri The Voice “Beh, ho un dono, ve lo dono, no?” Bisa juga jadi bahasa lain dari AMDG. Begitulah orang memuliakan Tuhan, tak perlu memikirkannya secara rumit sehingga hidup jadi terasa berat. Tentu kita tak hendak seperti ahli Taurat dan orang Farisi yang mengikat beban-beban berat lalu meletakkannya di atas bahu orang lain, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya (Mat 23,4 ITB)!
Kembali ke insight ‘pesta’ hari Kamis dan ‘hadiah’ hari Jumat, bisa juga dikatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk merayakan kemuliaan Allah di dunia ini, sekarang ini! Kalau tidak begitu, hidup ini hanya jadi mu’ mu’ an ing pêpêtêng (meraba-raba di kegelapan), tak ada makna yang bisa dipegang untuk menjalaninya. Vision lanjutan Yehezkiel yang dicuplik hari ini menggambarkan kemuliaan Allah yang superior terhadap tatanan kota yang dibangun manusia. Betul, Allah mampu menghancurkan tatanan manusiawi dan segala jenis berhala manusia sehingga ternyatakanlah jalan rahmat, cinta, keadilan, kebenaran dan perdamaian.
Tentu, karena merupakan vision, penghancuran tatanan manusiawi oleh Allah itu tidak perlu ditangkap secara sempit dalam kenyataan sebagai hukuman Allah berupa banjir, gempa, bencana alam, kecelakaan, misalnya. Ini adalah gerak manusia yang sembah sujud kepada-Nya dengan merayakan kemuliaan-Nya tadi. Sekali lagi, itulah lingkup hidup orang beriman, terserah apa agamanya: bukan pertama-tama soal memanipulasi orang supaya bisa ditata seturut pemikirannya, melainkan soal hidup dalam relasi dengan Yang Mutlak. Halah. Abstrak, Moooo….
Seorang perempuan bisa stres berat karena anaknya bandel setengah mati, suaminya cuma mabuk dan main judi, orang tuanya mboh tak peduli, tetangganya senangnya iri dan dengki. Komplet dah. Ia stres berat karena pikirnya dia sendiri harus menata orang-orang di sekelilingnya supaya berjalan pada jalan yang benar… menurut dia. Padahal, problemnya ialah dia takut, malu, kecewa, sedih, marah, jengkel, dan sebagainya. Semakin dia hendak memaksakan tatanan manusiawi demi mengatasi problemnya itu, malah semakin ia stres. Lain soalnya jika ia menerima kekuasaan Allah yang mengatasi pikirannya sendiri tentang manajemen orang lain. Setiap orang sudah punya porsi keterbukaannya sendiri terhadap Allah. Tugas kita ‘hanyalah’ membantu mengingatkan, bukan memformat orang seperti yang kita kehendaki seolah-olah kita superior daripada orang lain. Lebih runyam lagi jika paham itu masuk dalam ranah politik pemerintahan: ganti menteri njuk ganti kebijakan, tak setuju njuk sikat-sikatan atau sikut-sikutan!
Di hadapan Allah, tak ada orang yang lebih superior daripada yang lainnya. Tentu ada fungsi atau peran yang berbeda-beda, tetapi itu hanyalah manifestasi cinta (teorinyaaaaa): yang posisinya lebih tinggi, ia punya tanggung jawab moral yang lebih untuk melayani yang posisinya lebih rendah. Bagian tubuh orang yang terpenting justru bagian tubuh yang paling vital, paling dibutuhkan supaya bagian tubuh lainnya bisa berfungsi. Artinya, bagian tubuh terpenting itu paling banyak melayani kepentingan semua bagian tubuh lainnya.
Tuhan, kasihanilah kami.
SABTU BIASA XX
Peringatan Wajib S. Bernardus Abas
20 Agustus 2016
Posting Sabtu Biasa XX B/1 Tahun 2015: Bahayanya Seragam
Posting Sabtu Biasa XX Tahun 2014: Gajah Diblangkonin
Categories: Daily Reflection