About Being Interreligious

Sepertinya saya mengatakan being religious is now always being interreligious, tetapi keluarnya di media sosial bisa being religious is about being interreligious. Ya gak apalah, gak nyeleweng-nyeleweng amat sih, tetapi entah menyeleweng atau tidak, itu bukan ungkapan yang begitu saja mudah dipahami, apalagi dengan framing bacaan yang disodorkan hari ini. Bacaan hari ini mengisahkan kekecewaan dan penolakan orang-orang di kampung asal Yesus dan Yesus memberikan pernyataan bahwa seorang nabi diterima di mana-mana kecuali di tempat asalnya. Kenapa?

Maklum, nabi itu kan visioner, dan orang visioner mesti menawarkan pandangan dengan perspektif yang berbeda dari perspektif biasa pada umumnya entah dari segi ruang (di/ke/dari sini dan di/ke/dari sono) atau waktu (dulu, sekarang, kelak). Kalau orang bercokol dengan perspektifnya sendiri, tentu ia tak bisa mengapresiasi nabi. Ia tak punya kemampuan untuk keluar dari kungkungan primordialnya. Ini tampaknya menjadi tendensi orang yang mengidamkan comfort zone, termasuk dalam hal beragama. Maka dari itu, being interreligious adalah soal membangun identitas religius atas dasar perjumpaan dengan yang lain, bukan justru asik dengan diri sendiri. 

Itulah mengapa ungkapan 100% Katolik 100% Indonesia pantas digemakan sebagaimana 100% Islam 100% Indonesia, dan seterusnya. Orang Katolik Indonesia tidak hendak membangun identitas Katoliknya dengan warisan romawi, melainkan justru dalam interaksinya dengan begitu banyak ragam yang hidup di Indonesia. Demikian halnya orang Islam Indonesia membangun identitasnya justru dengan perjumpaan dengan orang dari agama-agama minoritas di Indonesia. Ini bukan untuk melemahkan agama, melainkan justru untuk membangun identitas yang berterima bagi seluruh umat manusia. Gak lucu dong mengklaim agama berlaku universal tetapi malah hidup dalam gettho

Gelaran Asian Youth Day di Yogyakarta tampaknya bisa jadi oase kecil yang dibangun oleh teman-teman muda Gusdurian (kenapa toh memilih nama buah itu) untuk menunjukkan identitas Islam yang mungkin belum mainstream tetapi justru menunjukkan being interreligious tadi.

Ya Tuhan, mohon rahmat-Mu yang dapat menyatukan kami dalam keberagaman. Amin.


HARI JUMAT BIASA XVII A/1
4 Agustus 2017

Im 23,1.4-11.15-16.27.34b-37
Mat 13,54-58

Jumat Biasa XVII B/1 2015: Yesus Beristri, Emang Gue Pikirin?
Jumat Biasa XVII A/2 2014: Afirmasi via Negasi