Tole Lan Si Plet…

Ada kalanya orang kesulitan memberi judul tulisannya, seperti biasanya saya alami, tetapi saat ini malah saya teringat judul tulisan yang isinya belum ada. Judul itu berbunyi tole lan si plet. Kalau orang tahu bahasa Jawa ya kira-kira ngerti kata ‘thole’ ‘lan’ dan ‘si’, tetapi lalu ‘plet’ jadi nama benda atau orang. Mungkin lebih gampang membacanya secara normal dalam bahasa sehari-hari: toleransi pret!

Pesan itu muncul di kepala saya ketika mendengar gagasan seorang uskup yang membagikan pengalaman umatnya untuk menyiasati radikalisme agama. Ia sedang getol mengubah mindset orang mengenai agama lain dengan matra toleransi menjadi mutual acceptance. Beliau pasti tak tahu tulisan ‘toleransi pret’ karena memang isinya belum ada, akan tetapi kata mutual acceptance menjadikan hidup ini lebih realistis daripada toleransi dan saya memang sepakat. Kenapa? Karena memang saya lebih sering mendengar label toleransi sebagai ungkapan arogansi tersembunyi. 

Bayangkan, saya tidak setuju dengan Anda tetapi saya toleran. Artinya, saya bisa memberi toleransi terhadap kesalahan Anda. Itu artinya lagi, saya menyimpan dalam benak bahwa Anda salah, tetapi karena saya baik hati, kesalahan Anda itu bisa saya biarkan supaya kita bisa rukun tentram sentausa sepanjang segala abad! Itulah jeleknya toleransi.

Beda halnya dengan acceptance rupanya: menerima yang lain. Menerima yang lain mengandaikan bahwa orang melucuti diri dari penghakimannya terhadap orang lain dan membiarkan yang lain itu masuk dalam radar pemahaman yang mendewasakan hidupnya. Ini bukan lagi soal menganggap diri lebih benar atau menganggap orang lain salah, melainkan soal membiarkan liyan itu merasuki dirinya dan ikut membangun atau membentik identitas dirinya. Di situ dialog inter-religius ada maknanya: orang tidak lagi memandang liyan itu lebih tinggi atau lebih rendah, tetapi sebagai kekayaan baru yang memperkokoh identitas dirinya.

Ya Tuhan, mohon kesadaran senantiasa bahwa kehendak-Mu jauh lebih kuasa daripada kehendak tendensius kami untuk menghakimi orang lain. Amin.


HARI KAMIS BIASA XVII A/1
3 Agustus 2017

Kel 40,16-21.34-38
Mat 13,47-53

Kamis Biasa XVII C/2 2016: Allah Kekinian
Kamis Biasa XVII B/1 2015: Surga Dunia? Ngimpi Keleus?
 

Kamis Biasa XVII A/2 2014: Layu Sebelum Berkembang, Plis Deh