Bahagianya Melayani

Baru hari Minggu lalu bacaan tentang harta terpendam disodorkan, sekarang nongol lagi versi singkatnya. Cuma diambil dua perumpamaan pertama yang menggarisbawahi keputusan orang dan pedagang untuk menjual segalanya demi mendapatkan harta terpendam dan mutiara terindah itu. Orang pertama menemukannya tanpa sengaja, barangkali saat bekerja di ladang orang lain [rada aneh juga kalau main ke ladang orang dan menggali ladang milik orang lain itu]. Orang kedua ya memang secara sengaja mencari mutiara terindah.

Entah sengaja atau tidak, bagi kedua orang itu, pilihannya kemudian jadi jelas dan tegas: ada harga yang mesti dibayarkan untuk memperoleh harta atau mutiara itu. Apa toh harta atau mutiara itu? Ya Kerajaan Surgalah wong sudah dibilang di awal itu perumpamaan tentang Kerajaan Surga. Rupanya, Kerajaan Surga itu lebih berharga daripada semua yang dimiliki orang di ladang dan pedagang. Akan tetapi, tidak demikian halnya bagi pemilik ladang dan penjual mutiara terindah. Lha rak jadi relatif, bukan? Memang sih bisa jadi pemilik ladang tak tahu di ladangnya ada harta terpendam, tetapi pedagang mutiara mestinya tahu keindahan mutiara yang dijualnya tetapi menganggap nilai pakainya kecil daripada nilai yang dibayarkan pembeli.

Tentu, poin perumpamaan itu tidak terletak pada nilai relatif Kerajaan Surga, tetapi pada bagaimana orang mau mengurbankan apa yang dinilainya berharga demi memperoleh Kerajaan Surga itu. Kerajaan Surga baginya lebih bernilai daripada segala kepemilikannya. Tetapi kalau sudah omong soal Kerajaan Surga, sebaiknya tidak mempertahankan cara berpikir linear dengan kategori ruang-waktu. Maksudnya, ini bukan soal sekarang jual semua njuk habis itu mendapat Kerajaan Surga. Kerajaan Surga itu sudah built-in dalam tindak menjual tadi. Kerajaan Surga itu sudah di sana, dalam tindak pengurbanan.

Kebanyakan orang yang meremehkan pelayanan adalah mereka yang berpikirnya linear itu: dapat apa nanti, berapa untungnya, balasannya apa, dan sejenisnya. Tentu saja, lebih parah lagi, mereka yang punya kepentingan tersembunyi bisa saja menyerang pelayan publik karena kepentingan mereka terganggu. Apakah orang macam ini happy? Iya, begitu klaimnya, karena tidak keluar dari hati, tetapi dari kepentingan tersembunyi. Pokoknya, kepentingan tersembunyi itu terjaga dan tetap tersembunyi, katakan saja happy. Apakah happy sungguhan? Tidak.

Barangkali yang sungguhan itu justru terletak pada jiwa yang melayani secara tulus, dengan pengorbanan waktu dan tenaga, yang dapat mengalami perjumpaan dengan pihak yang mereka layani sebagai mutiara, yang menatap sesama sebagai pintu Kerajaan Surga.
Doa untuk seluruh panitia pertemuan orang muda Asia. Semoga dianugerahi kesehatan yang cukup untuk melayani sesama.

Tuhan, bantulah kami menata prioritas hidup kami supaya boleh mencecapi kebahagiaan sesungguhnya. Amin.


RABU BIASA XVII A/1
2 Agustus 2017

Kel 34,29-35
Mat 13,44-46

Rabu Biasa XVII C/2 2016: Monggo, Silakan
Rabu Biasa XVII A/2 2014: Happy Kok Maksa