Mungkin Allah Lelah

Semakin ragu-ragu saya bahwa Allah memang beristirahat pada hari ketujuh penciptaan. Boro-boro istirahat hari ketujuh, wong penciptaan selama tujuh hari aja saya gak percaya.😂
Lha padahal Kitab Suci bilangnya gitu loh, Rom! Mau bilang Kitab Suci salah, gitu? Ya enggak mau, karena soal benar salah itu bergantung pada perspektif yang dipakai. Lagipula, itu memang tidak masuk dalam syahadat kok. Yang di syahadat kan isinya cuma bahwa Allah itu pencipta langit dan bumi, gada berapa harinya dan kapan Dia istirahat.

Teks-teks bacaan hari ini justru mengajari saya bahwa Allah tidak berhenti bekerja. Penciptaan mengambil wujud maintainance. Jadi, kalau Anda mau bikin agama atau kekaisaran atau kerjaan baru dan mau menentukan satu hari libur untuk istirahat, tentukan saja satu hari untuk istirahat Anda, tak usah bawa-bawa Allah beristirahat. Itu cuma bahasa narasi antropomorfis, seakan-akan Allah itu seperti manusia yang kenal capek karena dikejar-kejar skripsi, tesis, disertasi, paper, deadline.

Dalam bacaan pertama dinarasikan bagaimana Samuel diminta Allah untuk mengurapi salah satu anak Isai. Jadi, meskipun Saul sudah tak lagi menjalankan hidayah-Nya, Allah tak tinggal diam, Dia memberikan hidayah-Nya kepada yang lain. Dalam bacaan kedua kasusnya nyentrik: para murid Guru dari Nazareth memetik gandum, suatu jenis pekerjaan tangan yang dilarang oleh hukum Sabat dan Guru itu pasang badan untuk para muridnya. Argumentasinya jelas: bagaimana mungkin Allah beristirahat untuk membangun kemanusiaan yang adil dan beradab hanya karena hukum agama?

Romo ini sepertinya meremehkan hukum agama!
Betul, hukum agama yang tidak menaruh hormat pada kemanusiaan. Tidak menaruh hormat pada kemanusiaan itu artinya juga tidak menghargai apa saja yang diperlukan bagi kemanusiaan yang utuh itu: kala hukum agama menindas keseimbangan ekologis, mengabaikan keadilan sosial, kala membungkam nalar sehat, dan seterusnya.
Lha yang menentukan kemanusiaan, keseimbangan ekologis dan lain-lain itu siapa?
Ya orang-orangnya, bukan hukum agamanya. Hukum agama cuma satu bantuan untuk menentukan kemanusiaan. Maka, kalau atas nama hukum agama, kemanusiaan dinodai, hukum agama itu perlu ditafsir ulang, bukan malah dipakai untuk menghancurkan orang lain, bukan?

Kalau omong soal ini memang memori terbawa ke problem politik yang mempermainkan agama sebagai basis dukungan. Ini menyulut kegeraman karena betapa orang-orang beragama itu mau diperbodoh untuk kepentingan politis. Tak usahlah saya lari pada gubernur zaman now di kota anu. Di tempat saya tinggal pun dulu ada kampanye yang menyasar ke pendukung berbasis agama. Ini marakke kemropok. Lha orang ini kampanye mau jadi uskup apa gimana? Kalau targetnya mau jadi wakil rakyat atau pemimpin daerah, ya bangun basis pendukungnya dengan kerja nyata bagi orang daerah itu dong, kok malah kuat-kuatan tebar pesona dengan bawa-bawa agama segala!

Sebaiknya saya berhenti di sini saja daripada kemropoknya tambah. Pesan bacaan-bacaan hari ini saya ulangi lagi: Allah tak pernah berhenti bekerja, Ia terus mengundang umat beriman, termasuk untuk berhenti bekerja sejenak memberi makan-minum batinnya supaya aneka kerja tak membuatnya jadi burn-out, termasuk untuk menafsir ulang hukum bikinan tafsirannya sendiri yang malah bisa jadi beban.

Ya Allah, ajarilah kami memandang hidup ini sebagaimana Engkau menghendakinya. Amin.


SELASA BIASA II A/2
Pw S. Agnes
21 Januari 2020

1Sam 16,1-13
Mrk 2,23-28

Posting Tahun B/2 2018: Agama Robot
Posting Tahun C/2 2016: Gantengnya Polisi