Operasi Senyap

Ternyata king of the king Daud tidak cuma jatuh karena perempuan mandi. Dalam teks bacaan hari ini dinarasikan ia juga jatuh karena bikin sensus angkatan perangnya!
Janjané apa toh ya persoalannya? Bukankah dalam Injil bahkan dikatakan supaya sebelum membangun rumah [atlet], orang duduk dulu menghitung-hitung kemampuannya [termasuk potensi korup atau kolusinya] supaya bangunannya tak mangkrak? Apa kelirunya bikin sensus angkatan perangnya? Bukankah itu bagian dari mawas diri juga?

Betul, itu bagian dari mawas diri, tetapi di hadapan angkatan perang musuh. Maksudnya, sensus itu dibuat dalam rangka Daud mengukur kekuatan untuk dibandingkan dengan kekuatan musuh-musuhnya. Di mana salahnya?
Daud tidak lagi berpegang pada keyakinan yang sekian tahun sebelumnya dipegangnya ketika ia mengalahkan Goliath. Ya, dulu dia begitu mengandalkan hidupnya kepada Allah. Sekarang, setelah ia terlepas dari kudeta anaknya, ia hendak mengandalkan kekuatannya sendiri dan melupakan Allah yang bekerja in the background. Ia lupa akan mukjizat yang dibuat Allah dalam hidupnya: suatu mukjizat bahwa dengan modal slěpètan atau ketapel atau apa namanya Daud mengalahkan tentara yang jauh lebih kuat. Itu kesalahannya.

Kesalahan serupa terjadi juga dalam narasi teks bacaan kedua. Orang tak mau terima bahwa status quo diobok-obok, apalagi oleh orang yang mereka tahu masa kecilnya, kerabatnya, saudara-saudaranya, yang ternyata ya biasa-biasa saja seperti mereka. Kalau orang cinta status quo, ya gimana mukjizat bisa terjadi? Kalau orang memandang semua-muanya dengan perspektif yang dia miliki sendiri njuk gimana mau terjadi perubahan hidup? “Ya bolehlah Sabda Allah itu cool awesome bin keren dan memuat kebijaksanaan luar biasa, tetapi tak usah mengutak-atik hidupku.” Dalam keadaan orang cuma mengandalkan perspektif sendiri, pikiran sendiri, perasaan sendiri, proyek sendiri, mungkin Allah jadi mandul, kehilangan kemahakuasaan-Nya. 

Jadi, persoalannya bukan lagi bahwa Allah mahakuasa atau tidak, karena itu akhirnya ya cuma atribut manusia sendiri yang isinya bergantung pada bagaimana orang sendiri menghidupinya. Hal serupa menimpa atribut lain (mahabesar, maha penyabar, maha adil, dan seterusnya). Semua cuma bahasa bikinan manusia.
Oh, berarti itu omong kosong ya, Rom?
Ya bergantung yang omong. Kalau yang omong seperti Daud saat bikin sensus atau orang sekampung Guru dari Nazareth yang menolak nabi dari kampung mereka sendiri, ya memang omong kosong. Lha, jangan-jangan orang-orang beragama itu banyak omong kosongnya ya, sehingga malah gak menarik.🤣🤣🤣

Saya jadi ingat bagaimana dulu founding fathers negeri ini, yang dalam menyusun konstitusi menyisipkan frase “Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa…” Betul bambu runcing berperan besar, betul darah begitu banyak pahlawan tercurahkan, tetapi siapa yang melepaskan bom ke Hiroshima dan Nagasaki, siapa mengira Jepang mendukung kemerdekaan Indonesia?
Nah, seperti kemarin sudah saya tulis, tak usah lari ke kesimpulan bahwa Allah menghendaki Amerika menjatuhkan bom ke Jepang. Mending nanti tanya saja kalau sudah ketemu Beliau apa mau Beliaunya. Yang penting mah seperti pesan bacaan-bacaan hari ini: ingat dan andalkanlah Dia yang perlu diandalkan, bahkan ketika itu menggugat status quo, karena Dia jauh lebih sering bekerja secara senyap. Baru ketahuan belakangan.

Ya Allah, ajarilah kami untuk senantiasa ingat perbuatan besar-Mu dalam hidup kami. Amin.


RABU BIASA IV A/2
Pw S. Agatha
5 Februari 2020

2Sam 24,2.9-17
Mrk 6,1-6

Posting Tahun B/2 2018: False Happiness
Posting Tahun C/2 2016: Ayo Sekolah