Ayo Sekolah

Berteman dengan target menyenangkan hati orang lain, menuruti apa saja kemauannya, tentu bukan perkara susah. Asal ada duit, dijamin lancar. Maka, orang miskin seperti saya ini susah membangun pertemanan seperti itu. Membangun persahabatan yang mengembangkan pribadi orang tak bisa ditempuh dengan modal uang belaka. Persahabatan sejati menantang orang. Jauh lebih susah. Pertama, belum tentu orang paham apa tantangannya. Kedua, meskipun paham tantangannya, belum tentu juga orang mau menerima tantangan itu karena yang dibelanya adalah kepentingan egosentrisnya. Jika orang dijejali dengan narcisisme macam ini, ia tak punya apa-apa lagi untuk dipelajari.

Yesus tak bisa membuat banyak mukjizat di tempat asalnya. Kisahnya mirip-mirip dengan bacaan beberapa hari yang lalu (Cara Melupakan Masa Lalu), tetapi kali ini ada nuansa ‘penghinaan’. Dalam teks hari ini dia tidak disebut anak Yusuf, melainkan anak Maria. Dalam kultur paternalistik Yahudi saat itu, atribut garis keturunan laki-laki lebih ‘dianggap’, dihargai. Jebulnya orang yang di mana-mana mengagumkan karena mukjizatnya itu ya cuma tetangga sebelah yang tak ada istimewanya. Dia cuma salah seorang dari kita, yang kita tahu masa kecilnya. Tak ada istimewanya. Tak ada yang perlu kita ketahui lagi. Kalau dia mau hebat di sini ya mesti bisa menunjukkan kelebihannya dari kita!

Tak sedikit orang yang mengejar pengetahuan teknis yang dipakai hanya untuk meningkatkan status sosial, mencari penghasilan yang lebih tinggi, membangun rumah, membeli apa saja yang diinginkan. Orang-orang macam ini, juga kalau mengetahui semua jenis sains di dunia, adalah sosok pribadi yang terkurung oleh dirinya sendiri; dan orang yang terpenjara oleh dirinya sendiri tak akan mengalami mukjizat kehidupan. Maklum, semua sudah ada di kepalanya, termasuk Tuhan sendiri sudah ditaklukkannya sehingga wajarlah jika ia menolak Tuhan juga. Dia sudah tahu semuanya je!

Diperlukan keterbukaan hati seperti Daud yang mengakui kekonyolannya di hadapan Tuhan dan kemudian tergerak untuk melokalisir perkaranya supaya orang lain tidak terkena dampak akibat kekonyolannya. Apa sih konyolnya Daud? Dia mau meletakkan hidupnya di atas statistik, pengetahuan manusiawi, melampaui trust terhadap Allah yang telah membimbing mereka selama ini. Syukurlah, ia bertobat; ia punya compassion, punya belas kasihan terhadap orang-orang lain yang terkena dampak kekonyolannya. Ini adalah dimensi dari cinta, bahkan mungkin merupakan kata lain dari cinta.

Ya Tuhan, mampukanlah aku untuk senantiasa mencari kehendak-Mu dalam segala. Amin.


HARI RABU PEKAN BIASA IV C/2
3 Februari 2016

2Sam 24,2.9-17
Mrk 6,1-6

Posting Tahun Lalu: Disiplin Itu Gimana?