Judul ini saya adaptasi dari penjelasan seorang sarjana sperma ala ahlinya ahli untuk menanggapi interview anggota KPAI yang diunggah pada tautan video ini. Dalam wawancara itu dikatakan bahwa ada sperma tertentu yang sangat kuat, yang dengan mediasi air kolam renang bisa capcus meninggalkan sarangnya dan laksana rudal mencari sasaran. Penasaran juga saya, kendali peluru ini ada di mana ya untuk memastikan supaya tak salah sasaran? Kan runyam juga dah capek-capek meluncur menerjang air jebulnya kesangkut di celana cowok.
Akan tetapi, baiklah kita ikuti teori ilmiah dari jurnal ilmiah rujukan anggota KPAI itu: ada sperma yang sangat kuat (dari pria yang kurang kerjaan di kolam renang), yang tak kunjung lelah menerjang air kaporit dan tersangkut-sangkut di celana cowok. Kalaupun lelah, sperma ini bisa mampir membeli energy drink. Ini sperma super, yang membuat pemiliknya dan para wanita subur harus menghindari kolam renang kalau tak ingin terjadi kehamilan. Sebutlah sperma super ini spermie, dan karena mediasinya berupa air, sebutlah aqua spermie. Bahasa Indonesianya: mie rebus. Bahasa Jawanya ya mie godhog. Mungkin para wanita subur, kalau gak mau hamil, juga gak boleh makan mie rebus ini karena aqua spermie bisa berenang dari tenggorokan sampai ke tempat ovum bertahta.
Tuhan itu kalau bercanda kok ya kadang lebay. Dia tahu saya butuh break sebelum ujian; setelah beberapa kejadian tragis yang sangat memprihatinkan, nongol wawancara yang mendunia. Ini bikin Indonesia terkenal. Bahasa Inggrisnya: embarrassing.
Sebetulnya saya malu juga membahas soal ini, tapi gimana lagi, wong teks bacaannya juga merujuk pada perlindungan anak je. Bukankah KPAI itu semacam komite perlindungan anak, begitu? Apa hubungannya pelajaran tentang aqua spermie dengan perlindungan anak? Tentu untuk menghindarkan anak dari kehamilan yang tak dikehendaki, tetapi mungkin tak cukup ampuh untuk menghindarkan anak dari kebodohan kolam renang.
Saya tidak sedang bicara mengenai kebodohan yang terikat pada IQ, tetapi kebodohan yang bersangkutan dengan common sense mengenai penataan hidup bersama. Salah satu modal untuk menata hidup bersama disampaikan sebagai nasihat dalam teks bacaan pertama: rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan.
Tentu saja semua orang bisa bilang bahwa mereka merendahkan diri di hadapan Tuhan, tetapi bacaan kedua menyodorkan kriterianya: menyambut seorang anak dalam nama Tuhan. Maksudnya, memberi tempat pada kaum terlemah sebagaimana Allah sendiri tak mengucilkan kaum lemah. Konteksnya, di hadapan Allah, orang beriman tak bisa meninggikan pengetahuan atau kekuasaannya demi kemegahan dirinya.
Dulu sudah saya singgung soal kerendahhatian kepologis, yang tanpanya orang jadi bulan-bulanan indoktrinasi, termasuk indoktrinasi agama. Saya tidak hendak mengatakan bahwa teori yang disodorkan anggota KPAI itu salah 100% karena kemungkinannya tetap ada. Trus, sarjana ala core of the core juga sudah menyatakan hal itu beberapa kali sudah terjadi di dunia [yaitu dunia khayal]. Akan tetapi, mbok ya rendah hati sedikitlah. Tak seorang pun, saya kira, layak bertegar hati di hadapan Allah, di hadapan kaum lemah. Semakin orang bertegar hati dengan posisi, jabatan, kekuasaan, semakin ternyatalah kedunguannya.
Ya Allah, mohon rahmat untuk merendahkan diri di hadapan-Mu juga dalam pelayanan kami terhadap sesama yang membutuhkan, terutama mereka yang lemah. Amin.
SELASA BIASA VII A/2
25 Februari 2020
Posting Tahun A/2 2014: JOY, Jesus – Others – Yourself
Categories: Daily Reflection