New Outlook

Semalam giliran film Patch Adams yang kami tonton bersama. Salah satu insight yang bisa dipetik dari film ini ialah dialog antara Hunter Adams dan Arthur Mendelson di sebuah rumah sakit perawatan mental. Arthur ke sana kemari bertanya kepada orang di rumah sakit berapa jari yang mereka lihat dengan menekuk ibu jari dan menunjukkan empat jari teracung. Semua menjawab empat, tentu saja, tetapi Arthur menyebut mereka idiot, termasuk Hunter Adams. Hunter Adams penasaran dan menanyakan apa jawabannya. Arthur mengulang lagi pertanyaan dan Hunter Adams melontarkan jawaban yang sama,”Empatlah, Arthur.” Lalu ini quotenya:
“Kamu fokus pada persoalan. Kalau kamu fokus pada persoalan, kamu gak bisa melihat pemecahan. Jangan fokus pada persoalan. Lihat aku! Lihat ke belakang jari-jari itu!”
Karena mata melakukan akomodasi dan berfokus ke wajah Arthur, empat jari itu blur dan sepintas terlihat dobel, dan itu mengapa Hunter akhirnya menjawab bukan lagi empat, melainkan delapan.

Quote selanjutnya: See what no one else sees! See what everyone else chooses not to see, out of fear and conformity and lazinessSee the whole world anew each day.
Dengan bingkai itulah saya merayakan Tritunggal Mahakudus bersama Gereja Katolik hari ini. Jangan salah, bukan doktrinnya yang saya rayakan, melainkan new outlook yang ditawarkannya, yang tersirat dalam doktrin itu. Dengan kata lain, ini bukan perkara ajaran agama, melainkan pilihan cara memandang dunia yang lebih gue banget. Kalau ini perkara agama, orang akan cenderung keukeuh pada tradisi atau kebiasaan yang dihidupinya.

Jauh hari sebelum Guru dari Nazareth lahir, di dunia Yunani sudah sangat berkembang paham keilahian. Salah satu sebutan kepada sosok ilahi itu ialah the unmoved mover (Penggerak yang tak digerakkan) atau Penyebab pertama, yang tak disebabkan oleh sesuatu yang lain. Ini diintroduksi oleh Aristoteles yang bahkan juga digumuli oleh Thomas Aquinas. Akan tetapi, selain karena Anda tak tertarik, saya sendiri tidak ingat lagi bahasannya bagaimana, tak perlulah bertele-tele di situ.

Apa yang dipersaksikan Guru dari Nazareth berkebalikan dengan atribut yang diberikan Aristoteles. Allah bukan lagi semata Penggerak yang tak digerakkan oleh sesuatu yang lain, melainkan Dia yang mengikuti gerakan ciptaan-Nya. Kalau Allah itu mengikuti hidup ciptaan-Nya, Dia tidak akan menghakimi hidup ciptaan-Nya itu, tetapi berjalan di dalamnya untuk memberi makna, membuat hidup ini masuk akal untuk dijalani. Manusialah yang rupanya berpretensi menjadi the unmoved mover tadi: maunya menghakimi, menghukum, menghabisi, atau mengungkung orang lain dalam tradisi beku.

Masa pandemi sebetulnya adalah momen malam hari ketika Nikodemus datang kepada Guru dari Nazareth. Malam hari bagi para guru rohani Yahudi adalah masa hening untuk merefleksikan kebenaran ilahi dan memaknai hidup mereka. Akan tetapi, di hadapan Guru dari Nazareth ini, Nikodemus rupanya tak dapat loading ketika wacananya berkenaan dengan Allah yang mengaruniakan putra-Nya supaya manusia beroleh keselamatan bla bla bla. Nikodemus bahkan bisa merepresentasikan orang-orang zaman now, yang memahami “percaya kepada putra-Nya” sebagai kepercayaan kepada doktrin agama Kristiani.

Percaya kepada Yesus adalah perkara menangkap wajah Allah yang disingkapnya dan hidup sesuai dengan wajah yang tersingkap itu: wajah pribadi yang sebegitu cintanya kepada ciptaan sehingga mendonasikan Diri kepada dunia, demi keselamatan, bukan malah menghancurkannya.
Tuhan, mohon rahmat supaya kami dapat menampakkan wajah-Mu yang penuh cinta ke mana juga kami berada. Amin.


HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS A/2
Minggu, 7 Juni 2020

Kel 34,4b-6.8-9
2Kor 13,11-13
Yoh 3,16-18

Posting Tahun A/1 2017: Modus Cinta
Posting Tahun A/2 2014: Allah 3D