Di Balik Pandemi

Ingatkah Anda Pulau Kirrin ada di mana? Ada dalam cerita detektif Enid Mary Blyton berjudul Di Pulau Harta. Teks bacaan hari ini memuat perumpamaan Kerajaan Allah seperti harta karun yang terpendam di ladang. Konon bangsa Yahudi yang kerap diserang bangsa lain, ketika tidak sanggup bertahan, mereka akan lari menghindari serangan musuh, tetapi sebelum lari, mereka memendam barang berharga mereka di ladang. Kalau keadaan memungkinkan, mereka bisa saja kembali untuk mengambil kembali harta yang mereka sembunyikan tanpa diketahui oleh penghuni tempat harta terpendam itu tersimpan. Begitulah kiranya latar belakang perumpamaan itu, yang tak sepanjang cerita detektif Lima Sekawan, tetapi ada detail yang bisa diperhatikan.

Pertama, penemuan harta karun itu terjadi tanpa disengaja. Orang yang menemukannya tidak sedang dalam proyek pencarian harta karun, tetapi menemukannya saat bekerja. Kedua, harta karun itu tak terpantau dengan kamera dari drone. Tentu, Guru dari Nazareth tak mengerti bahwa ada teknologi dengan citra satelit yang bisa menangkap benda di bawah tanah. Akan tetapi, maksudnya jelas: harta tak ditemukan hanya dengan melihat apa yang ada di atas tanah. Orang mesti menggalinya. Ketiga, orang yang menemukan harta ini cerdas. Dia tidak menggali terus sampai seluruh harta terlihat, tetapi intuisinya mengatakan bahwa yang terlihat itu pasti hanya sebagian kecil dari seluruh harta; maka ditimbunnyalah kembali harta karun itu. Keempat, yang mendorong orang itu untuk menjual seluruh propertinya adalah sukacita dalam dirinya. Ini bukan perkara nilai ekonomis harta karunnya, melainkan soal sukacita dari penemuannya sendiri.

Kekhasan orang beriman ialah sukacitanya dalam menemukan harta berharga di balik kehidupan ini. Mungkin agama bisa diumpamakan sebagai properti yang dijual demi harta berharga atau mungkin. Properti tentu saja dianggap sebagai hal yang penting dalam hidup orang; kalau gak penting, ngapain orang membeli atau memilikinya? Nah, harta karun ini menjungkirbalikkan skala nilai orang sehingga yang semula dianggapnya penting jadi relatif terhadap harta karun itu. Harta karun itu ada di balik agama-agama, di balik apa yang tampak indah, tapi juga bahkan di balik pandemi.

Semalam saya menonton film Roman Holiday. Ceritanya, seorang wartawan Amerika tanpa disengaja bertemu dengan Putri Raja yang sedang  kabur dari tempat menginap keluarganya. Ndelalahnya, wartawan ini bertugas mewawancarai Sang Putri, yang menurut jadwalnya diadakan pada jam 11.45. Keduanya bangun kesiangan dan batallah wawancara resmi mereka. Akan tetapi, mereka malah seharian bertamasya sampai dua orang ini jatuh cinta. Si wartawan berhasil memperoleh data penting dengan foto-foto yang nilainya bisa menutup segala hutangnya, bahkan untuk kembali ke Amerika dan membangun hidupnya lebih baik lagi. Di akhir cerita, si wartawan membatalkan ambisi pribadinya untuk menulis berita besar di media. Ia memilih menghargai pengalaman personalnya bersama Sang Putri sebagai rahasia sukacita yang tidak diumbarnya sebagai konsumsi publik. 

Andai saja orang beragama sungguh menemukan harta karun di balik agama, di balik pandemi, dan sukacita penemuan itu berdampak dalam hidup konkretnya….
Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan untuk menemukan harta berharga di balik setiap pengalaman hidup kami dan menghidupinya dengan penuh sukacita karena cinta-Mu. Amin.


MINGGU BIASA BIASA XVII A/2
26 Juli 2020

1Raj 3,5.7-12
Rm 8,28-30

Mat 13,44-52

Minggu Biasa XVII A/1 2017: Darma Kehidupan
Minggu Biasa XVII A/2 2014: Kudatuli, What Do You Seek in Life?