Agama Wajib

Cerita satu. Dua hari belakangan ini saya melihat polisi njědhul dari tepi jalan dan menghentikan beberapa pengendara motor yang menerabas lampu merah. Di pertigaan-pertigaan yang saya lalui itu memang kerap saya dapati pengendara motor menerabas lampu merah dan membuat saya setiap kali berbelok mesti melihat-lihat kalau ada pengendara dari kiri yang nyelonong mengambil jalur yang akan saya lalui. Dalam hal ini, adanya polisi yang njědul dari pinggir jalan tadi klop dengan harapan saya.🤭

Cerita dua. Ada kebiasaan pada musim panen anggur, buruh harian serabutan berkumpul di alun-alun menantikan pemilik kebun anggur meminta mereka memetik anggur. Pada saat itu tentu dibutuhkan banyak pemetik buah anggur dan buruh serabutan mesti saja senang melakukannya seturut kontrak dengan pemilik kebun anggurnya. Ini adalah cerita yang melatarbelakangi Guru dari Nazareth menjawab pertanyaan murid-muridnya.

Beberapa ayat sebelum teks bacaan hari ini menunjukkan kegalauan Petrus yang telah meninggalkan profesinya sebagai nelayan dan mengikuti Guru dari Nazareth. Dapat apa ya kita-kita yang sudah meninggalkan keluarga, menanggalkan kemapanan, menunggalkan profesi lama dan jadi murid yang ke sana kemari mengikuti guru?
Dijawab oleh sang Guru: akan memperoleh hidup kekal! Apa pula hidup kekal ini? Butuhnya bisnis lancar malah dikasih hidup kekal. Wong perlunya kesembuhan kok dijanjikan hidup kekal. Memangnya orang butuh hidup kekal?

Entahlah, saya juga tak tahu apakah semua orang butuh dan menginginkan hidup kekal. Akan tetapi, jika menilik cerita pertama tadi, saya rasa jelas bahwa orang tidak menginginkan ada polisi yang menilangnya, bahkan meskipun ia melanggar peraturan lalu lintas dan membahayakan keselamatan diri maupun pengendara lain. Jadi, apakah hidup kekal itu keselamatan diri dan pengendara lain, terbebas dari kecelakaan, sakit, kerugian, kemalangan, dan sejenisnya?
Bukan!

Mari lihat saya yang menonton kendaraan-kendaraan penerabas lampu merah tadi digiring polisi ke pinggir. Pihak yang satu melakukan apa yang dia ingin lakukan. Pihak lain melakukan apa yang dia harus lakukan. Yang satu menganggap aturan itu cuma kewajiban. Yang lain berpretensi menjaga supaya kewajiban itu dipatuhi. Saya memang mematuhi lampu merah [waktu itu], dan di dalam kepatuhan itu terdapatlah penghargaan kepada yang lain, tata kelola waktu yang memperhitungkan kemungkinan terkena lampu merah sehingga tak jadi kěsusu buru-buru. Betul di situ ada kewajiban, tetapi di dalamnya terdapat nilai dan kebebasan untuk menjalaninya.

Cerita yang dibuat Guru dari Nazareth tak kurang jadi skandal bagi konsep keadilan manusiawi. Wong kerjanya cuma sejam kok dapat bayaran yang sama dengan mereka yang seharian penuh bekerja di kebun anggur!
Perhatian saya tujukan pada reaksi buruh yang sungguh sewot karena melihat buruh yang cuma kerja satu jam mendapat ganjaran yang sama dengannya! Kenapa sewot dan tak tenang hidupnya?
Karena mereka pasti tak mengenal Augustinus dari Hippo!🤣 Haiya jelas, Rom!

Augustinus, putra Monika, yang masa mudanya begitu tersesat mengabaikan aneka macam nasihat rohani agama, akhirnya merumuskan dirinya sebagai orang yang terlambat mencintai Allahnya, terlambat menikmati cinta Allah. Andai saja ini terjadi sejak lama!
Itulah yang membedakan buruh yang sewot dengan buruh yang datang belakangan. Yang sewot ini jelas-jelas menerima pekerjaannya sebagai beban kewajiban, sedangkan yang datang belakangan menerimanya sebagai berkat yang maunya sih sejak pagi hari kerja di kebun anggur itu.

Dengan begitu, juga dalam hidup keagamaan, kalau ada orang yang lamban dalam pertobatannya, bukankah sewajarnya orang bersyukur melihatnya karena ia boleh menikmati kelimpahan rahmat itu sejak lama? Syukur ini tak mungkin muncul pada pribadi yang menghidupi agamanya semata dalam matra hukum dan kewajiban: ujung-ujungnya jadi beban, jadi korban sia-sia.

Tuhan, mohon rahmat supaya kami senantiasa mampu bersyukur atas kemurahan-Mu. Amin.


MINGGU BIASA XXV A/2
20 September 2020

Yes 55,6-9
Flp 1,20-24.27
Mat 20,1-16a

Posting 2017: Byur Buang ke Laut
Posting 2014: Apa Enaknya Kerja?