Hide and Seek

Saya curiga jangan-jangan Guru dari Nazareth itu iseng ya dengan perumpamaan-perumpamaan yang disodorkannya untuk mengajar. Kenapa curiga? Soalnya beliau konon menjawab begini ketika ditanya mengapa mengajar kok pakai perumpamaan: kepada orang-orang lain rahasia kerajaan Allah itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti (Luk 8,10). Lah, julid ato gimana toh Guru dari Nazareth ini? Mosok gak mau orang-orang selain muridnya mengerti ajarannya? Aneh, eksklusif dong. Padahal, konon Guru dari Nazareth ini mempromosikan semangat inklusif!

Selidik punya selidik, saya tak mendapati kalimat itu sebagai paradoks. Sekalipun memandang, mereka tak melihat. Dalam teks aslinya kata kerja yang dipakai ya sama: melihat dengan indra penglihatan. Nah, kalau begitu, bisa melihat ya bisa memandang, kan? Ungkapan “Sekalipun melihat, mereka tak melihat” ini jadi aneh dan saya benar-benar tak mengerti.
Nah, berarti cocok, Rom, dengan kelanjutan teksnya: sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti. Jadi, Romo itu tergolong pandir!🤣
Lha ya kalau itu saya sudah tahu dari dulu, tetapi saya jadi bertanya-tanya juga perumpamaan itu maksudnya untuk memperjelas atau malah untuk mempertidakjelas?🤭

Ya sudahlah, sebagai orang pandir, saya cari gampangnya aja. Menilik seruan Guru dari Nazareth di akhir perumpamaannya, sekurang-kurangnya diharapkan bahwa orang yang bertelinga hendaknya mendengar.
Lha iya, Rom, telinga ya memang untuk mendengar kok, apa untuk gantungan baju? Gantungan panci?
Naaah… itulah maksudnya! Anda mencari kemungkinan lain, bukan? Perkara kemungkinan itu lebih baik atau lebih buruk, dua-duanya bergantung pada pencarian Anda. 
Suatu perumpamaan memang tidak mengatakan semua hal mengenai pokok persoalannya, tetapi mendorong pembaca atau pendengarnya untuk mencari, berpikir, menimbang-nimbang, dan seterusnya. Jadi, kalau boleh diumpamakan lagi, rahasia Kerajaan Allah itu seperti air mancur, bukan air kemasan yang bentuknya sudah dibatasi oleh kemasannya.

Oleh karena itu, perumpamaan tentang penabur ini sewajarnya mengundang orang beriman untuk senantiasa mencari dalam dirinya (bukan dalam diri orang lain!) peluang-peluang yang memungkinkan benih tadi berkembang subur dan elemen-elemen dalam dirinya (bukan dalam diri orang lain!) yang membuat benih tadi mati. Sudah jelas benihnya apa, yaitu Sabda Allah. Perkara menangkapnya bagaimana, justru itulah yang disinggung oleh perumpamaan ini. Perumpamaan bisa jadi permainan petak umpet. Menghitung satu sampai sepuluh dan membuka mata tanpa mencari, gimana mau nemu yang bersembunyi? Kiranya setiap orang diberi keleluasaan dalam pencariannya yang jujur lagi kreatif seturut potensi dirinya. Kepala batu tentu tak cocok dengan semangat pencarian. Mencari ke sana kemari, tak ada temuannya karena yang dibawa ke sana kemari ya batu. Mungkin kepala spongebob lebih cocok…

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan untuk senantiasa mencari kehendak-Mu dalam pergumulan hidup receh kami. Amin.


SABTU BIASA XXIV A/2
19 September 2020

1Kor 15,35-37.42-49
Luk 8,4-15

Sabtu Biasa XXIV B/2 2018: Satu Titik 
Sabtu Biasa XXIV C/2 2016: Iman Copy Paste
Sabtu Biasa XXIV A/2 2014: Receptive Heart