(Religious) Self-esteem

Saya kira Anda pernah dengar seloroh mereka yang akrab dengan dunia presentasi menggunakan perangkat empuk yang sebut saja namanya ˈpou(ə)rpoin. Yang kerap terjadi ialah ada ˈpou(ə)rnya tapi gak ada poinnya atau poinnya ada tapi ˈpou(ə)rless, tak memikat, tak menarik. Kalau orang jadul memakai perangkat lunak dengan memindahkan catatan lengkap ke dalamnya tanpa animasi, generasi kentang asik dengan animasinya dan melupakan isinya. Tapi ini cuma seloroh lho ya, saya tidak ingin menyinggung perasaan generasi jadul atau generasi kentang, wong ya saya ini terbilang dalam dua generasi itu.😂

Saya hanya ingin menggarisbawahi nasihat Guru dari Nazareth kepada murid-muridnya, yang saya sangat yakin, berlaku juga untuk Anda yang terpanggil untuk menjalankan misi atau dakwah atau zending atau apa lagi istilahnya. Para murid itu sudah dapat sangu yang cukup untuk menjalankan zending, dakwah, misi atau apa lagi istilahnya sehingga sebetulnya mereka tak perlu risau dengan sarana sedemikian rupa sehingga dakwah, misi, zending atau apa lagi istilahnya itu malah macet. Bukan hanya macet, melainkan juga bisa kontraproduktif karena biasanya sarana-sarana yang dirisaukan itu terkontaminasi oleh kepentingan politik yang tidak lagi relevan dengan target dakwah, zending, misi atau apa lagi istilahnya.

Menurut pendapatan saya yang tidak seberapa ini, mempertentangkan misi, dakwah, zending dan sejenisnya itu adalah indikasi bahwa orang lebih risau dengan sarana daripada fokus pada tujuan. Dengan ungkapan lain, orang lebih peduli pada tujuan kecil daripada tujuan besarnya. Bukankah semuanya itu hendak mengundang sebanyak mungkin orang supaya bisa menapaki jalan Allah? Bukankah jalan Allah itu pastinya lebih banyak daripada jalan menuju Roma?
Oh, gak bisa Rom, jelas-jelas dikatakan oleh Yesus dari Nazareth bahwa dialah jalan, hidup, dan kebenaran. Romo baca dong itu Injil Yohanes 14:6! Nikmat mana lagi yang Romo mau dustakan? Jelas kan, “tak seorang pun datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”? Artinya, jalan itu ya hanya Yesus, gak ada jalan lain. Kalau ada pun, ujung-ujungnya jalan itu ketemu pada jalan Yesus tadi!
Wah wah wah, lha kok jadi serius gini ya’? Saya kan tadi cuma bercanda.🤣

Tadi malam saya mengikuti webinar dan ada istilah de-Americanize Jesus. Itu kata kerja untuk de-Amerikanisasi Yesus. Rupanya, Yesus dan Amerika itu lengket sekali sampai ranah politik sedemikian rupa sehingga kesannya jadi jelas bahwa di luar Amerika gak ada Yesus!
Ngeri gak sih?

Saya cuma mau bilang gini: pun kalau dari teks Yohanes 14:6 Anda bisa menyimpulkan satu-satunya jalan itu adalah Yesus Kristus, cobalah sekali-sekali Anda piknik atau ngopi atau begadang untuk menjawab pertanyaan: Yesus Kristus yang mana?
Loh, Yesus Kristus itu cuma satu, Rom!
Ya okelah, tapi yang satu itu yang mana? Yang dimengerti orang Kristen Amerika? Yang ditafsirkan orang Afrika, antartika, Roma, atau Jawa?🤭

Wanti-wanti Guru dari Nazareth kepada murid-muridnya tadi sepantasnya meyakinkan orang untuk memiliki self-esteem yang baik, juga dalam agama. Tak ada banyak gunanya menjalankan misi, dakwah, zending, atau apa pun istilahnya itu dalam kondisi self-esteem yang buruk: yang lain atau yang berbeda jadi ancaman, hambatan, gangguan, alih-alih jadi bantuan untuk membantu orang menghidupi jalan Allah yang ditapakinya. Integritas dan karakter tak berlaku dalam hidup orang-orang dengan self-esteem buruk ini: karena tak merasa dicintai Allah, gimana mau menularkan cinta-Nya, jal?

Tuhan, mohon rahmat kesadaran akan cinta-Mu dalam diri kami dan kemampuan untuk mencukupkan diri dengannya. Amin.


RABU BIASA XXV A/2
PW S. Padre Pio
23 September 2020

Ams 30,5-9
Luk 9,1-6

Rabu Biasa XXV B/2 2018: Du sollst nicht lügen
Rabu Biasa XXV A/2 2014: Apa Yang Terpenting?