Ini cerita bukan fiksi, tetapi kalau ada kesesuaian nama, itu hanya kebetulan, kecuali jika nama Anda memang Anda. Ceritanya saya singkat saja ya. Pokoknya Anda datang ke tempat tinggal pastor dengan wajah seperti benang. Benang kusut tentunya. Anda rupanya selama berhari-hari mendapat mimpi buruk, senantiasa dihantui oleh sosok anak kecil yang keadaannya sangat memprihatinkan (untuk tidak bilang menakutkan). Nah, Anda mencari seorang pastor, tetapi rupanya semua pastor di rumah itu memang sedang dinas di luar.
Anda ditemui seorang muda belia seperti saya ini [dua puluhan tahun lalu🤭]. Dia bukan pastor, tetapi kelak mestinya jadi pastor. Sebagian orang Jawa menyebutnya plater, susah mengucapkan sebutan frater, soalnya. Setelah introduksi diri, Anda menyatakan keinginan untuk mengaku dosa, dan pernyataan itu membuat plater tadi plonga-plongo, terpesona. “Maaf, Mbak, pengakuan dosa hanya berlaku untuk orang Katolik.” Kira-kira begitu kata plater dan Anda tampak semakin kusut.
Anda muslim, tetapi punya saudara yang beragama Katolik dan Anda pernah dengar soal pengakuan dosa itu. Kalau saya bersama Anda saat itu, akan saya bilang pada plater itu,”Lha emangnya kenapa toh yang gak Katolik gak bisa ngaku dosa?” Ya maklum, namanya juga plater, belum tahu bahwa mengaku dosa adalah hak setiap orang. Perkara ada yang mau mendengarkan atau tidak, itu lain lagi soalnya. Akan tetapi, tampaknya plater itu melihat perubahan benang muka Anda yang semakin kusut, dan dalam dirinya timbul ‘kekepoan’ [kata ini mbok jangan dipakai untuk bikin paper ujian, Kak].
Plater itu dengan sangat sopan menanyakan kalau-kalau ia bisa membantu meskipun tak bisa mendengarkan pengakuan dosa seperti dimaksudkannya dan Anda menceritakan bagaimana selama seminggu terakhir Anda selalu bermimpi buruk. Plater itu menyimak baik-baik dan dia malah seperti memancing Anda untuk mengaku dosa. “Maaf, Mbak, apakah dulu pernah misalnya melakukan aborsi?” Dhuaaarrrr…. Anda malah menitikkan air matanya dan lalu menceritakan pengalaman pahitnya itu sampai berujung pada aborsi, sepuluh tahun sebelumnya.
Dasar plater, bilangnya gak bisa mendengarkan pengakuan dosa, jebulnya malah bikin orang ngaku dosa!
Karena tahu Anda muslim, plater itu menyarankan supaya Anda melakukan zikir dan doa tahajud sambil membaktikan hidupnya untuk kegiatan sosial seperti membantu anak-anak yatim piatu. Anda mengangguk-angguk dan kekusutannya rupanya berkurang. Saya tak tahu kelanjutan ceritanya, apakah Anda mengikuti nasihat plater itu, tetapi cerita itu muncul ketika saya membaca teks bacaan hari ini mengenai Herodes yang ketakutan karena kemunculan Guru dari Nazareth yang disebut-sebut orang sebagai titisan Yohanes, yang sudah dia penggal kepalanya.
Herodes mencapai apa saja yang diinginkannya, mengabaikan peringatan Yohanes. Orang yang menyuarakan kebenaran memang bisa dibungkam, tetapi kebenarannya sendiri tak pernah terbungkam. Ia kembali, menyatakan dirinya dengan aneka rupa, yang dapat menghunjam hati orang. Herodes menghidupi apa yang dituliskan dalam teks kuno: mata tak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar. Mentalitas Herodes ini juga tak habis dua ribu tahun lalu; tak ada yang baru di kolong langit ini; dan mentalitas Herodes juga muncul dalam variasi yang bisa berbeda-beda, yang membuatnya kesulitan mengenali kualitas hidup yang disodorkan Yohanes atau Guru dari Nazareth.
Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya kami tak tertipu terus menerus oleh kesia-siaan dunia. Amin.
KAMIS BIASA XXV A/2
24 September 2020
Kamis Biasa XXV B/2 2018: Apa Urusan Anda?
Kamis Biasa XXV C/2 2016: Silent Mode
Kamis Biasa XXV A/2 2014: Memuaskan tapi Sia-sia… Hadeh.
Categories: Daily Reflection
hidup memang seringkali membuat heran…kadang melongo
penggunaan istilah Dhuaaarrrr….di atas, memperkuat dugaan, nyaris menjadi hipotesa, bahwa biologi adalah takdir, dan perut wanita hamil adalah milik umum.
Dalam hukum, agama dan sosial, (masuk satu kategori barangkali), perut wanita bisa menjadi topik marjinal, selain tentu saja juga memperjelas gambaran kondisi sosial dan kemanusiaan masyarakat.
Namun barangkali untuk menjelaskan perilaku Tuhan memang diperlukan metafora keibuan (termasuk perasaan keibuan Allah), untuk memberi pemahaman tentang kehidupan manusia. yeah…takdir???
Yang perlu dibedakan barangkali mengenai tindak aborsi adalah bukan mengenai pro kehidupan dan sebaliknya (pilihan ini tidak simetris/sepadan/proporsional), namun bila mau dikaitkan pada opsi, maka terletak pada (1) pro kehidupan (dengan pertimbangan paling rumit, yi satu nyawa tidak boleh dikurbankan untuk yang lain/menyelamatkan nyawa lain tidak boleh dengan membunuh nyawa lain), dan (2) pro pilihan (jd bukan pro non kehidupan).
dan Pengkhotbah membuat (hidup) tampak jauh lebih absurd lagi, dengan menyebutnya segala sesuatu adalah sia2, OMG
terkait ini, saya suka sekali dengan quotes KG, ‘one day you will ask me, which is more important? my life or yours? I will say mine, and you will walk away not knowing that you are my life’. konon Allah ada dimana2, kalau dimana Allah ada, maka ada Kerajaan Allah, maka Kerajaan Allah ada di mana2. …jadi kesia2an itu benar2 absurd dan paradoks, karena sekaligus mengandung ketidak sia2an. naaah makin bingung deh, horeeee…
LikeLike