Wahai Orang Muna’

Saya tak tahu apa jadinya dunia ini jika mulut semua orang mengeluarkan hanya kata-kata yang berasal dari kedalaman hati. Mungkin kiamat. Syukurlah yang begitu cuma beberapa gelintir orang sehingga gak kiamat kiamat, masih ada kesempatan tobat. Celakanya, entah kapan kiamat, orang belum juga tobat.🤭
Dengan begitu, wanti-wanti yang disodorkan Guru dari Nazareth supaya orang waspada terhadap bahaya ragi kemunafikan ala kaum Farisi, jebulnya memang nyata. Ragi ini sudah menyebar ke mana-mana seperti pandemi; memang tidak secara langsung menyebabkan kematian biologis, tetapi membuat kemacetan rohani di mana-mana, dalam agama mana pun.

Teks bacaan hari ini mungkin menunjuk dua landasan kemunafikan ala kaum Farisi. Pertama, nafsu untuk terlihat lebih dari apa adanya, dari apa yang sesungguhnya ada dalam hati: tampak lebih baik, lebih sopan, lebih murah hati, lebih suci, lebih pintar, lebih benar, lebih perhatian, lebih peduli, dan apa saja yang dianggap positif oleh banyak orang. Ya ini yang sudah dibahas minggu lalu: vanity. Dalam grup-grup media sosial mungkin bisa Anda jumpai mereka yang selalu ingin jadi yang terdepan: seakan-akan merekalah yang lebih dahulu tahu, lebih dahulu membaca, lebih punya koneksi dengan ring satu, dan seterusnya. Akurasi atau relevansi informasinya tak lagi penting, yang penting klik dan nafsu menjadi yang terdepan itu terpenuhi.

Kedua, barangkali ini dasar alasan pertama tadi: ketakutan. Orang takut mendapat penilaian buruk, takut neraka, takut gagal, takut salah, dan sejenisnya sehingga hidupnya mesti disesuaikan dengan apa yang diinginkan orang lain. Bisa jadi kritik adalah hal yang tabu dan sebisa mungkin ditangkal dengan cara memenuhi keinginan orang lain itu. Ini adalah godaan kemunafikan yang sepertinya paling mudah menjatuhkan orang karena menawarkan kelegaan atau kepuasan, meskipun sebetulnya bersifat sesaat.

Karena itu, saran Guru dari Nazareth juga sederhana: jangan takut pada yang vanity. Bisa memperolehnya with ease ya syukur, kalau gak bisa ya gak usah segitunya ngotot mencari sampai-sampai mengorbankan nilai kehidupan sendiri. Kenapa? Ya justru karena itu adalah vanity alias kefanaan. Fakta bahwa ketidakadilan sosial membuat banyak orang hidup di bawah garis kemiskinan, sebagian orang mesti mengais-ngais rezeki dari tempat sampah, bukanlah alasan untuk membuat orang semakin takut dan mengurung diri dalam kepentingan egoisnya. Fakta itu justru menggugat orang supaya melihat alternatif ketakutan yang membuat orang masuk ke dalam tempurung kura-kuranya sendiri.

Belakangan ini memang saya selalu melihat petani yang mengusir burung-burung yang hendak memakan biji padi di sawah. Begitulah mereka bertahan hidup. Diusir ya nanti balik lagi tanpa takut diusir. Diusir lagi ya cari tempat lain atau balik lagi kalau pengusirnya sudah pergi. Akan tetapi, itu adalah hewan yang tak punya kemampuan untuk menata kehidupan bersama selayaknya manusia. Burung saja tak kenal takut untuk survive, mengapa manusia jadi takut untuk menata hidup bersama dan malah sikut-sikutan bikin gaduh? Ya gimana lagi, begitulah kemunafikan, dan ini tidak eksklusif milik orang-orang Farisi karena raginya bisa merebak ke mana-mana.
Berarti, Romo munafik juga?🤭 Betul, tapi yang tahu letak kemunafikannya cuma Gusti Allah dan saya sendiri.😂

Tuhan, buatlah hidup kami sinkron dengan hati-Mu. Amin.


JUMAT BIASA XXVIII A/2
16 Oktober 2020

Ef 1,11-14
Luk 12,1-7

Jumat Biasa XXVIII C/2 2016: Selektif Mendengarkan
Jumat Biasa XXVIII A/2 2014: Isis Vatikan

3 replies

  1. 😂🤭sapaan ekstrim, rm.
    Double standards, bs jd semua pernah🤣
    Tp yg paling parah kl dibarengi ke-dableg-an. Yg sy maksudkan kebodohan dn keras kepala. Sy suka sekali kisah wanita yg dituduh berzina dihdpkn pd Yesus. Yesus berkata, biarlah yg tdk berdosa nelemparkan batu pertama. Lalu Dia berlutut dn mulai menulis sesuatu entah (msh kuselidiki wahaha..) di tnh dg jarinya. Harusnya org2 yg hipokrit itu tersentil lalu pergi satu per satu. Parahnya leluconnya tdk demikian. Tb2 sebuah batu berukuran lumayan terbang keluar dr kerumunan dn melayang menghantam dahi wanita itu. Wanita itu tewas seketika. Seketika hening. Kerumunan itu nyaris tertegun, bahkan Yesus. Yesus, berhenti menulis di pasir, melihat wanita yg sdh terkapar tewas dn perlahan bangkit. Dia mencari di antara wajah2 dableg yg berkerumun. Mencoba menentukn siapa yg sdh melempar batu dn menewaskan wanita itu. Lalu akhirnya berbic dg perasaan tdk jelas, OMG, sy pikir kalian tdk menangkap poin yg mau sy sampaikan di sini. OMG, lalu Dia menangis

    Liked by 1 person