What’s Your Goal?

Tujuan menentukan sarana. Ini beda dengan “tujuan menghalalkan cara/sarana”. Yang pertama menempatkan bobot tujuan lebih penting daripada sarana. Yang kedua memutlakkannya sebagai sesuatu yang terpenting. Orang beragama bisa jatuh pada yang kedua dan, akibatnya, melarang orang lain melakukan penyembahan berhala sementara dia sendiri mengganti berhalanya dengan bentuk lainnya: keyakinan, ideologi, pendapatnya sendiri. Lebih mengerikan lagi, orang ini memaksa yang lainnya untuk mengikuti apa yang dilakukannya. Bingung, gak

Biar gak bingung, saya ngrasani teman saya saja, yang bobotnya lebih banyak daripada bobot saya, waktu itu. Dia ini pakar hukum dan yang mengherankan saya, dia begitu gembira mempelajari hukum! Padahal, menurut saya, itu njělimět sekali dengan bahasanya dan aneka macam detail yang harus diingat-ingat! Tentu saja, ini pendapat orang yang memorinya cuma beberapa megabtyes.🤭 Bagi yang kemampuan memorinya ada dalam hitungan terabytes, kenjělimětan dalam mengingat-ingat itu tak masuk hitungan.

Akan tetapi, kembali ke pokok yang mengherankan saya itu, teman saya ini punya tujuan belajar hukum yang membuat dia mempelajarinya dengan riang gembira. Dia menceritakannya pun dengan sangat sumringah: dengan pengetahuannya akan hukum itu, ia bisa membantu mereka yang jadi korban ketidakadilan supaya bisa bangkit juga dengan bantuan hukum. Salah satu concernnya ialah problem perkawinan yang banyak menjerat hidup orang beragama. Saya tak punya kompetensi di situ. Pokoknya, teman saya ini menjadikan pengetahuan hukumnya sebagai sarana untuk membantu orang yang kesusahan. Nah, sucinya, bantuan itu diberikannya terutama supaya orang-orang yang bermasalah itu tetap bisa menghayati hidupnya dalam relasi dengan Allah. Dengan demikian, sebetulnya ia sudah menetapkan tujuannya dulu, yaitu membantu orang lain untuk berkembang dalam iman, kemudian melihat hukum sebagai sarana yang bisa ditekuninya, seturut minat dan kemampuannya.

Kedisiplinannya itu tecermin dalam penataan kamarnya. Sewaktu saya membantunya memperbaiki laptop, saya capek berdiri, dan dia sadar akan hal itu. Akan tetapi, alih-alih mengambilkan kursi supaya saya bisa duduk, dia menjelaskan kepada saya mengapa di kamarnya tak tersedia meja dan kursi. Hanya ada tempat tidur, lemari, dan rak buku. Laptop diletakkan di atas kasur yang letaknya setinggi pinggang saya. Apa penjelasannya? Mudah sekali membeli meja kursi kantor untuk kamarnya, tetapi itu akan mengondisikannya untuk bersantai-santai dan mungkin tertidur dalam kerjanya. Dia membatasi pilihannya untuk kerja di perpustakaan atau istirahat di kamar. Kalau mau kerja di kamar, entah untuk membaca atau mengetik, berarti dia harus berdiri. Jebulnya, ada unsur dietnya juga.🤭

Pengetahuannya tentang hukum dipakai untuk membantu orang lain, alih-alih memperkaya dirinya. Sik3, memperkaya diri juga sih, tetapi dalam arti mengembangkan karakternya: berbuat adil terhadap dirinya sendiri, yaitu membuat kondisi supaya kecenderungan malasnya tak menjadi-jadi. Memang ada motif diet juga, tetapi ini nomor sekian terhadap keinginan tulusnya membantu orang lain semakin dekat dengan Tuhan. Dalam arti ini, ia terbebas dari kritik Guru dari Nazareth terhadap para pemuka agama yang memakai pengetahuan mereka bukan untuk membantu orang lain, melainkan untuk menegaskan, menegakkan kekuasaan religius.

Ya Allah, mohon rahmat kebijaksanaan untuk menempatkan segala ciptaan sebagai sarana untuk kemuliaan-Mu. Amin.


KAMIS BIASA XXVIII A/2
Pw S. Teresia dari Avila
15 Oktober 2020

Ef 1,1-10
Luk 11,47-54

Kamis Biasa XXVIII C/2 2016: Pemimpin Kafir
Kamis Biasa XXVIII A/2 2014: Bisnis Edan Kerajaan Allah.