Kemarin dalam grup medsos saya nongol sebuah klip video singkat tentang seorang pastor yang rupanya sedang belajar menyanyikan lagu Syubbanul Wathon (Cinta Tanah Air) yang konon dibuat oleh KH Abdul Wahab Chasbullah (1934). Pastor ini sepertinya hendak ikut memeriahkan Hari Santri Nasional, 22 Oktober, dengan menembangkan mars Huzbul Wathon itu. Cinta tanah air adalah bagian dari iman. Itu ide pokok yang penting. Yang menarik saya adalah komentar-komentarnya.
Biasanya saya tak berminat melihat komentar, tetapi kemarin saya sempatkan untuk mengamatinya dan jebulnya garisnya memang lucu karena ada garis kerasnya, yang membawa-bawa kata mualaf, syahadat, dan sebagainya. Kelihatan bahwa garis keras tak mengenal sekat agama, dan ini klop dengan tahap perkembangan iman setiap orang beragama. Semakin dangkal pengetahuan agama seseorang biasanya malah semakin keras garisnya, semakin ngotot suaranya, dan semakin pendek sumbunya.
Kenapa saya berminat pada posting klip video grup medsos ini ya? Karena bacaan hari ini juga rupanya menampilkan kelucuan orang beragama. Di mana lucunya?
Begini. Orang banyak itu mendengarkan Guru dari Nazareth secara seksama karena yakin bahwa pengajarannya diberikan dengan otoritas rohani yang tak terbantahkan. Kebenaran yang disodorkannya mesti sambung dengan hidup konkret mereka, meskipun (atau justru karena) banyak ajarannya disampaikan melalui aneka metafora. Juga kalau isinya kritik, orang banyak mengambil ajaran itu untuk hidup mereka sendiri.
Nah, hari ini Guru dari Nazareth mengkritik orang Farisi yang munafik, yang mementingkan hukum agama tetapi mengabaikan keadilan dan cinta Allah. Lucunya, yang protes terhadap kritik itu justru ahli Taurat alias ahli Kitab Suci, bukan orang banyak. Saya menempatkan diri sebagai orang banyak dan saya tahu betul bahwa kritik terhadap orang Farisi itu bersifat universal, bukan untuk orang Farisi semata: supaya setiap orang tidak munafik dan berkutat pada hukum agama sampai menindas keadilan dan cinta Allah yang Maharahim. Saya tidak menganggap bahwa kritik itu hanya berlaku bagi orang Farisi, tetapi juga bagi siapa saja yang diam-diam menyimpan mentalitas seperti orang Farisi itu.
Loh, di mana lucunya sih, Rom? Kok saya belum ketawa?
Lucunya ialah bahwa reaksi ahli Taurat itu malah membenarkan kritik yang disodorkan Guru dari Nazareth, sehingga malah ditambahi lagi oleh Guru dari Nazareth: iya, kamu juga brengsek karena kamu bikin tafsir yang membebani orang lain padahal kamu sendiri tidak memikul beban itu sedikit pun! Akan tetapi, karena sikap dasarnya bukan sikap orang beriman, sikap orang yang hendak belajar terus menerus, kritik senantiasa ditangkap sebagai hal yang negatif dan orang ini cenderung menyangkalnya. Itu mungkin mirip orang yang marah-marah ketika diberi masukan bahwa dia terlalu emosional,”Sekali lagi kau bilang aku kasar, kubacok kau!” Lha rak malah emosional těnan ta?
Memang tidak gampang mengundang orang beragama untuk semakin beriman juga dengan cara belajar dari agama lain. Maklum, klaim kesempurnaan dipadukan dengan kedangkalan hidup beriman, membuat agama yang satu super dan agama yang lain sesuper-supernya ya tetap kawé. Alhasil, yang pantas dikritik ya yang lain.
Ya Tuhan, mohon rahmat kerendahhatian untuk menghidupi keadilan dan belas kasih-Mu. Amin.
RABU BIASA XXVIII A/2
14 Oktober 2020
Rabu Biasa XXVIII B/2 2018: Religitainment
Rabu Biasa XXVIII C/2 2016: Orang Merdeka Tak Mengancam
Rabu Biasa XXVIII A/2 2014: Iman City Tour
Categories: Daily Reflection
Krn lucu mau komen ah😂🤭 lucu malah mau mengaitkannya dg candide voltaire, yg konon dianggap lucu, kl bkn satire. Bs jd ngawur, tp konon 😋 filsafat spekulatif yg disebut teologi terkdg malah melumpuhkn org drpd memobilisasi org utk melakukan hal yg baik, seolah sdh ada sebab akibat yg berakar pd idealisme tertentu eg ag, dn bahkan lbh parah, fanatisme bs jd bkn lg pd ideologi, tp malah pd org, membentuk kepatuhan buta yg menyusun rasionalisasinya sendiri dg segala cara. Pesan akhirnya jg mirip, bekerja sama mengolah pertanian mereka, yeah love where you live lha, maksadotcom, il faut cultiver le jardin (taman), implisit dunia. Candide akhirnya belajar berfikir sendiri, sadar bhw tdk ada yg bnr2 mengendalikan setiap aspek kehdpn, setdknya mengendalikn pengetahuan dn kebijaksanaan sendiri. Yeah…wl ujungnya jg berefek pd dua sisi wajah, suatu buku pengantar tidur yg tdk pernah selesai dibaca🙏
LikeLiked by 1 person
orang yang baru ikut pengajian biasanya merasa dirinya yang paling suci. kalau dilanjutkan ngajinya, dia akan merasa dirinya belum banyak mengerti. kalau dilanjutkan lagi, dia akan merasa dirinya bukan apa-apa. salam sejahtera, mo. moga pinaringan seger waras lahir batin.
LikeLiked by 1 person
Pangestunipun Kak. Rupanya begitu jalan kerohanian sejati ya, membawa orang jadi nothing di hadapan-Nya. Salam.
LikeLiked by 1 person