Pintar-pintar Bodoh

Pada dasarnya semua orang bodoh, tetapi sebagian darinya merasa diri pintar. Tendensi ini sudah ada sejak zaman Adam-Hawa, dan itulah hal yang bisa menakutkan. Sebagai mahasiswa, saya terbantu untuk merasa bodoh terus [kenyataannya memang begitu]. Sebagai dosen, saya terbantu untuk berkaca dari sebagian mahasiswa yang tak kunjung menyadari kebodohannya; yang cuma bisa mengambil keputusan atas dasar pendapat dan pemikirannya sendiri.

Kenyataan itu memengaruhi saya melihat teks bacaan hari ini mengenai pokok anggur: ranting kering yang tak menghasilkan buah, untuk apa dipertahankan, mesti dipotong dan dibuang saja! Ini terkesan sangat utilitarian, memang, tetapi begitulah kehidupan. Akan tetapi, tak perlulah juga menerapkannya pada paham Allah, seakan-akan Allah juga berpikir utilitarian. Kalau Dia begitu, bukankah saya dan hamba-hamba-Nya yang tak berguna ini sudah sejak dulu musnah?

Sayangnya, begitulah nasib Tuhan di tangan manusia yang pintar-pintar bodoh itu, yang ironisnya mempertuhankan apa saja selain Allah tetapi malah menurunkan derajad Allah pada apa saja yang bisa dipikirkannya. Ini untuk mengulang paragraf tadi loh: di mulut percaya Tuhan itu cinta, tetapi di hatinya tertanam bahwa Allah itu utilitarian, mengukur apa saja seturut prinsip kegunaan. Ini jadi tambah runyam ketika sudah masuk ranah agama: yang agama KTP itu baiknya dibuang aja! Mereka yang melanggar kaidah agama itu disingkirkan saja! Mereka yang hidupnya amburadul diabaikan saja, kalau perlu, dihancurkan.

Orang beragama seakan lupa (atau mungkin memang tak punya pengalaman) akan cinta kasmaran: waktu makan, tidur, bangun, ke WC, mandi, sekolah, objek kasmarannya senantiasa hadir. Kalaupun ingat, orang beragama belum tentu juga mengalami cinta kasmaran dengan Allah. Artinya, ingatnya Allah hanya pada momen ritual, hanya pada bulan tertentu yang dianggap suci, hanya ketika keinginannya terkabul, dan seterusnya. Begitulah orang beragama jadi pintar-pintar bodoh.

Untuk jadi pintar-pintar pintar dalam beragama, orang memang perlu memperhatikan nasihat Guru dari Nazareth dalam teks bacaan hari ini: tinggal dalam kebenaran, yang minggu lalu saya beri atribut mrucut. Orang beragama mesti mengalami kebodohannya dan menunjukkan kepintarannya bukan dengan perasaan, melainkan dengan keterbukaan pada ‘liyan’, pada perspektif lain, dalam kasmaran dengan Allahnya.

Tuhan, mohon rahmat untuk senantiasa tinggal dalam cinta-Mu. Amin.


MINGGU PASKA V B/1
Hari Pendidikan Nasional
2 Mei 2021

Kis 9,26-31
1Yoh 3,18-24
Yoh 15,1-8

Posting 2018: Wanna be free and happy?
Posting 2015: Hidup Yang Produktif