Bukan kompetensi saya untuk menjelaskan secara detail mengapa pada zaman Covid-19 ini disarankan cuci tangan dengan sabun dan menggunakan air mengalir. Akan tetapi, saya bisa memakainya untuk menggambarkan Roh Kudus, yang dirayakan Gereja pada hari Pentakosta ini. Air mengalir mengandaikan adanya sumber aliran dan gerakan. Begitulah Roh Kudus. Ini beda dengan kubangan, genangan, atau kolam yang menampung air bagi dirinya sendiri. Nasibnya seperti Laut Mati, dan Laut Mati saya kira tak cukup baik menggambarkan Roh Kudus.
Gambaran lain bisa juga diperoleh dari pengalaman seorang mahmud yang sebelum melahirkan anak pertamanya banyak belajar dari psikologi atau konsultasi dengan ibunya mengenai bagaimana merawat bayi atau membesarkan anak. Pada saatnya, ketika bayi itu lahir, sang mahmud tak bisa lagi mengandalkan ilmu psikologi atau konsultasi dengan ibunya yang barangkali didokumentasikannya dengan buku manual cara mengganti popok, cara menggendong bayi, cara menyuapi, dan seterusnya. Buku manual itu hanyalah teks atau kitab yang tak bisa lagi diandalkan dalam momen konkret yang menuntut tindakan praktis. Buku manual jadi roh yang di “luar sana”, sedangkan roh yang sesungguhnya akhirnya bergantung pada relasi sang mahmud dengan bayi yang ditatang atau digendongnya.
Apakah buku manual itu diperlukan? Jelas perlu. Akan tetapi, buku manual tak dapat menggantikan roh yang sesungguhnya. Buku manual jadi unsur ekstrinsik, sesuatu yang datang dari luar ke dalam. Roh Kudus, sebaliknya. Dia datang dari dalam dan mengalir ke luar. Celakanya, tak sedikit orang beragama gemar dengan buku manual sedemikian rupa sehingga buku manual itu diperlakukan seakan-akan sebagai Roh Kudus sendiri. Alih-alih mempertanyakan gerakan dari kedalaman batin, orang lebih suka bertanya “Boleh gak doanya seminggu sekali aja?” atau “Yang benar itu berlutut ke arah tabernakel atau salib ya?” atau yang belakangan ini bisa dipersoalkan oleh orang seperti saya “Mengapa dalam tata perayaan ekaristi yang baru tidak ada alternatif bagi sapaan imam yang berbunyi ‘Tuhan bersamamu’ ya? Ini mau mempersatukan atau menyeragamkan sih?”
Jika orang merayakan Roh Kudus, kiranya ia lebih gelisah dengan keragaman karya Roh Kudus dan mengikuti gerak-Nya, alih-alih menyunat kekayaan kultur atau memanfaatkan kekuasaan, yang tentu saja tends to corrupt.
Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya kami sungguh mampu membaca ke dalam diri kami sendiri apa yang Kau kehendaki dari hidup kami. Amin.
HARI RAYA PENTAKOSTA B/1
23 Mei 2021
Kis 2,1-11
Gal 5,16-25
Yoh 15,26-27;16,12-15
Posting 2018: Bhinneka Tunggal Ika
Posting 2015: Ribut Melulu di Dalam
Categories: Daily Reflection