Setan Fanatik

Minggu lalu saya melewati suatu daerah bernama Setan. Mungkin di daerah itu ada juga usaha dagang bernama Setan Jaya, Setan Makmur, Maju Setan, Setan Lancar, dan sejenisnya. Apa pun kata sifat yang dilekatkan, pokoknya ada setannya. Seperti Tuhan Allah itu mahahadir, begitu juga setan, ada di mana-mana; termasuk dalam kelompok murid-murid Guru dari Nazareth. [Kalau Anda tak percaya keyakinan ini, berarti Anda masih memikirkan setan (atau Tuhan Allah) sebagai objek fisik yang bisa ditangkap dengan indra, yang bahkan bisa diringkus dan dimampatkan ke dalam galon atau bahkan botol atau panci presto, atau dimintai tolong untuk nyolong duit, bayar utang pinjol, atau memperkaya diri dan seterusnya.]

Sebelum narasi hari ini, yaitu pada bab 8 teks Markus, Petrus berseteru dengan gurunya karena gurunya menyatakan  bahwa konsekuensi misi mesianiknya ialah penderitaan dan kematian. Petrus bicara atas nama teman-temannya [artinya, teman-temannya kurang lebih berpikiran sama]: ga’ ada ceritanya penyelamat kok malah susah, apalagi sampai mati! Dalam perseteruan itulah Guru dari Nazareth menyebut Petrus sebagai satana alias setan (yang dalam teks Indonesia diterjemahkan sebagai iblis). Satana berarti jadi skandal, yang menghalang-halangi misi keselamatan. Ini pernah saya singgung dalam posting Iblis Itu ialah….

Pada narasi hari ini, setan mewujudkan dirinya dalam arogansi kelompok bermental kompetitif yang berujung pada fanatisme, yang pada gilirannya memprovokasi eksklusivisme. Wakilnya kali ini adalah Yohanes, yang mempresentasikan orang yang tidak mengikuti mereka tetapi memakai nama Guru dari Nazareth untuk mengusir setan. Begini bunyi laporannya: Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi namamu. Kami cegah orang itu karena ia bukan pengikut kita.
Dalam laporan itu kelihatan bahwa hal yang ditekankan ialah “pengikut kita” karena setidaknya itulah kata-kata yang diulang. Di balik penekanan itu, ada asumsi bahwa mengikuti Yesus adalah perkara tetek bengek urusan grupnya. Maksud saya, Yohanes mengidentikkan ‘mengikuti Kristus’ dengan mengikuti apa yang mereka pertimbangkan dan putuskan. Kalau tidak ikut dalam kesepakatan kelompok mereka itu, tak bolehlah disebut ‘mengikuti Kristus’!

Nota bene: sebelum kisah ini sebetulnya ada kisah lain yang menohok para murid, yaitu ketika seseorang membawa anaknya yang kerasukan roh kepada para murid, tetapi murid-murid itu tak bisa berbuat apa-apa. Ini bisa jadi latar belakang mengapa para murid dengan mentalitas kompetitif dan fanatik itu melarang orang lain yang jebulnya bisa mengusir setan dengan memakai nama guru mereka. Begitulah ‘sirik tanda tak mampu’. Kesirikan membuat orang melihat keberhasilan atau kebaikan orang lain sebagai ancaman yang membahayakan grup mereka! Padahal, kebaikan ilahi tak dapat direservasi hanya untuk grup religius tertentu.

Teks bacaan pertama juga memuat narasi serupa: Yosua, ajudan Musa, meminta Musa mencegah Eldad dan Medad yang dilaporkan memiliki kepenuhan Roh seperti nabi. Bagi Yosua, ini adalah penistaan yang harus dibasmi. Dengan begitu, seakan-akan Yosua hendak membela nama baik Musa sebagai nabi. Akan tetapi, apa jawab Musa? “Kamu kok kayaknya fanatik banget sama Musa, seakan-akan cuma Musalah nabi Allah? Andai saja semua orang beriman menerima Roh Allah….” Perhatian Yosua tertambat pada sosok Musa yang mereka anggap nabi, perhatian Musa tertuju pada Allah yang terbuka pada siapa saja yang mungkin dapat menerima Roh-Nya.

Tuhan, mohon rahmat kepekaan hati dan budi supaya kami dapat mengenali gerak Roh dan cinta-Mu dalam kebaikan dan keberhasilan sesama, juga yang tidak terbilang sebagai anggota kelompok kami. Amin.


HARI MINGGU BIASA XXVI B/1
26 September 2021

Bil 11,25-29
Yak 5,1-6
Mrk 9,38-43.47-48

Posting 2015: Jangan Sewot Dulu