Tatapan Cinta

Tiga tahun lalu saya menyinggung film Ave Maryam dan featured image untuk posting Cinta Terlarang itu juga memang saya comot dari film itu. Saya baru menontonnya kemarin dan, sejujurnya, sejak awal film saya sudah menduga bahwa ini perkara pameran foto bergerak. Gambarnya bagus-bagus, benar-benar berkelas, tetapi sampai akhir film, meskipun di akhir tertera keterangan based on true event, kesan saya tak beranjak juga dari situ: gambar-gambarnya keren. Selebihnya, true event itu mungkin hanya berarti cerita bahwa ada romo dan suster yang saling jatuh cinta. Isinya bagaimana, itu yang saya sesali: jadi seperti pameran foto bergerak belaka, tanpa riset memadai untuk setting sejarah maupun karakternya.

Alhasil, meskipun saya tahu bisa saja romo dan suster saling jatuh cinta, bolak-balik saya terheran-heran karena keanehan dalam gambar bergerak itu. Yang paling membuat saya tertawa keheranan adalah momen ketika Sr. Maryam dan Rm. Yosef ada di ruang pengakuan. Gambarnya benar-benar keren, tetapi itu benar-benar pelecehan. Coba Anda bayangkan: Anda suster, saya romo, kita berdosa bareng, lalu Anda mengaku dosa pada saya dan saya mengampuni Anda. Ini keren, tapi adanya cuma di pameran gambar bergerak.
Loh, kenyataannya ada lo, Rom, yang begitu, karena kan bilik pengakuannya tertutup; susternya gak tau siapa romo yang di dalamnya.
Betul, mungkin juga begitu sih, tetapi justru itulah yang saya maksud sebagai pelecehan jika betul terjadi: baik suster maupun romonya melecehkan sakramen tobat karena jelaslah secara akal sehat, jika partner kedosaan itu saling mengaku kesalahan, lingkaran pengakuannya juga ada dalam kedosaan. Itu seperti lembaga S1 mengeluarkan ijazah S2.

Tapi ini kenapa malah bahas Ave Maryam ya?
Teks bacaan hari ini menyodorkan kisah sengsara menurut Lukas. Ada beberapa detail narasi yang cuma ada dalam versi Lukas. Pertama, penderitaan Yesus yang begitu mendalam. Bagi Anda dan saya, kata derita mendalam mungkin lebih dekat dengan momen sekarat menjelang kematian, tetapi Lukas tampaknya lebih memaksudkannya sebagai pergumulan, pergulatan, pertarungan hebat dalam diri Yesus. Kenapa Yesus bisa sebegitu bergulatnya ya? Karena beliau menghadapi paradoks yang bagi orang pada umumnya susah diterima: bagaimana mungkin di mata publik kematian berarti kekalahan kok malah menerimanya sebagai kemenangan cinta, unconditional love? (Suster Maryam dan Romo Yosef ini tampaknya tidak terima kemenangan cinta mereka sebagai imam dan biarawati dipadankan dengan hidup taat-murni-miskin; atau ya mereka lelah dalam pergumulan. Orang pada umumnya mungkin juga tak terima bahwa pengampunan adalah jalan yang tak bisa ditawar supaya orang dapat hidup dalam unconditional love).

Detail kedua: tetesan keringat darah. Lukas ini dokter, dan konon bisa dijelaskan bagaimana derita mengerikan bisa membuat darah keluar sebagai keringat. Akan tetapi, bukan itu kiranya yang disasar Lukas. Barangkali kondisi itu bisa dibandingkan dengan atlet lari yang terus berjuang dalam lomba dan mendekati detik-detik akhir. Itu adalah momen yang krusial baginya untuk menuntaskan atau tahu-tahu collapse. Ini seperti kondisi batas, dan Yesus bisa saja memilih selesai atau lanjut menghidupi paradoks hidupnya.

Detail ketiga: para murid begitu sedih sehingga mereka tertidur. Lukas tidak menceritakan bagaimana para murid lari tunggang langgang ketika Yesus ditangkap, tetapi menunjukkan pengertiannya akan kerapuhan para murid, manusia pada umumnya.

Detail keempat: reaksi spontan terhadap agresi adalah pembelaan diri. Perhatian para murid langsung tertuju pada pedang dan memutuskan bahwa dengan pedang itulah mereka bisa melawan tindakan sewenang-wenang. Terjemahan teks ini berupa pertanyaan (mestikah kami menyerang dengan pedang), tetapi sebetulnya itu adalah keputusan para murid: satu-satunya yang bisa kita ingat ialah bahwa kita mesti memakai pedang! Maka salah satu dari murid memakai pedangnya dan melukai salah seorang anggota pasukan utusan imam.

Detail kelima: Yesus merawat, menyembuhkan tentara yang telinganya terluka; dan sudah sewajarnya mereka yang ada di pihak Yesus melakukan hal serupa.

Detail keenam: tatapan Yesus yang akhirnya membuat Petrus menangis… Ini sosok murid pemberani, yang meskipun sembunyi-sembunyi toh mengikuti Yesus saat digiring ke mahkamah agama. Mungkin Anda menafsirkan tatapan Yesus ini sebagai peringatan kepada Petrus: Nah, betul kan apa yang kubilang, kamu akan menyangkal aku tiga kali sebelum ayam berkokok! Akan tetapi, kata kerja yang dipakai dalam teks Yunani tak punya nuansa itu. Tatapan Yesus lebih merupakan tindak melihat ke dalam hati orang; dan itu juga yang membuat Petrus menelisik hatinya sendiri. Begitulah semestinya para murid Yesus melihat kerapuhan hidup manusia, dengan tatapan cinta.

Wah… sudah enam detail, kepanjangan.
Tuhan, mohon rahmat belas kasih-Mu supaya kami dapat memahami kerapuhan hidup manusia sebagai jalan untuk mewujudkan cinta-Mu. Amin.


HARI MINGGU PALMA C
Mengenangkan Sengsara Tuhan
10 April 2022

Yes 50,4-7
Mzm 22,8-9.17-18a.19-20.23-24
Flp 2,6-11
Luk 22,14-23,56

Posting 2019: Cinta Terlarang
Posting
2016: Yakin Suka Love Story?