Barangkali jemaat atau jemaah komunitas agama Anda terdiri dari individu-individu yang karakternya mirip dengan sosok yang dikisahkan dalam teks bacaan hari ini. Yang pertama ialah mereka yang sungguh mau mengikuti jalan Allah, tapi masih mau bargaining dengan proposal hidupnya sendiri; dengan proyek pribadi dan mimpi-mimpi besarnya sendiri akan kekuasaan, kepemilikan, image diri yang awesome di hadapan orang lain. Orang tipe pertama ini kepalanya keras dan dalam situasi genting, tak ragu-ragu juga menyangkal keyakinan kepada Allah tadi. Barangkali malah sosok seperti inilah yang jadi pemimpin jemaat: sungguh ingin mencintai Allah, tapi rapuh dalam cinta manusiawinya.
Yang kedua ialah mereka yang juga sungguh mau mencintai Allah, tapi cantolan hidupnya gak jelas; seperti kapal selam, timbul tenggelam muncul dalam komunitas. Ketika pilihan menjadi sulit, ketika punya konflik, ketika seleranya tak cocok dengan cara hidup komunitasnya, ia lenyap dari komunitas, tak berbekas. Mereka ini selektif kapan nongol di persekutuannya; mengukur semua dengan bukti, termasuk mukjizat atau kejadian ghoib yang bisa meyakinkan kepercayaannya.
Yang ketiga ialah mereka yang sederhana, yang polos dan hatinya alus, bersih, murni. Mereka ini sungguh menantikan kedamaian dunia yang sejak lama dinubuatkan para nabi, tetapi juga tak gampang percaya sampai hatinya ngeh dan punya aha experience bin eureka karena perjumpaan autentiknya dengan Allah.
Yang keempat dan kelima ialah mereka yang fanatik, yang merasa diri sebagai satu-satunya agen, satu-satunya kelompok yang mampu membuat kebaikan, satu-satunya jemaah yang punya keberanian membela Allah. Ini kelihatan dari cerita ketika ada orang yang mengusir setan bukan dengan nama Yesus njuk mereka ini melarangnya. Padahal Yesusnya woles aja. Juga ketika mereka ditolak orang-orang Samaria, mereka inilah yang vokal untuk menurunkan azab bagi kota orang-orang Samaria itu; dan malah Yesus menegur murid-muridnya itu. Mungkin kalau mereka hidup di zaman now, hobi berpolemik dan khotbah menyerang kelompok lain termasuk di sini.
Yang keenam dan ketujuh tak disebutkan namanya. Pokoknya genap tujuh untuk menunjukkan totalits jemaah, yang bisa jadi siapa saja. Dua karakter ini memberi ruang bagi Anda dan saya, dengan segala kerapuhan dalam menapaki panggilan untuk mencipta perdamaian, mencinta, memintakan rekonsiliasi.
Saya hendak menarik dua simbol dalam kisah hari ini yang kurang lebih maknanya serupa. Yang pertama keterangan waktu: malam. Yang kedua keterangan posisi: kanan. Yang pertama menunjukkan kerja keras para murid tanpa terang. Hasilnya: nihil. Yang kedua merujuk pada positioning yang baik, yang mengandalkan kriteria yang mengatasi hitung-hitungan kekuatan manusiawi belaka. Hasilnya: berlimpah ruah.
Rupanya begitulah kalau Yesus yang bangkit itu menampakkan diri. Nota bene: kisah ini tidak menarasikan bagaimana para murid melihat Yesus yang bangkit. Penulis sama sekali tidak menyinggung soal itu; gak penting juga kale’. Yang penting ialah jika yang bangkit itu dialami, hidup orang mengalami transformasi. Misalnya, ambillah contoh murid pertama yang jadi pimpinan kelompok murid ini. Kita tahu kepalanya seperti batu. Sebagai pemimpin, bisa jadi dia sangat akrab dengan wacana siapa yang terbesar, terhebat, terkuat dari mereka. Akan tetapi, lihatlah bagaimana cara bertindaknya setelah mengalami perjumpaan dengan kebangkitan: tak perlu hingar bingar, sangar, tenar, pokoknya lancar.
Ia tidak memberi komando, perintah, paksaan, tawaran. Ia hanya menegaskan identitas, kehendak, tekad,”Aku pergi menangkap ikan!” Murid-murid lainnya pun pergi juga dengannya, bukan karena perintah atasan kepada bawahan. Mereka hidup dalam konteks kebersamaan, berbagi visi hidup dalam kesetaraan meskipun perannya berbeda-beda. Nah, yang kayak gitu jarang saya lihat dalam jemaah: kalau gak nunggu komando bos, ya jalan sendiri tanpa peduli visi bersama. Idealnya, kalau orang ngeh dengan visi bersama, ia tahu di mana perannya dan apa yang perlu dibuatnya tanpa harus tunggu apa kata bos. Anggota jemaah macam begini mengerti bagaimana memelihara komitmen rohaninya dalam wujud keterlibatan sosial yang konkret. Umumnya orang mengorbankan salah satunya.
Tuhan, mohon rahmat keberanian untuk bekerja keras dan mengandalkan Engkau semata. Amin.
HARI MINGGU PASKA III C/2
1 Mei 2022
Kis 5,27b-32.40b-41
Why 5,11-14
Yoh 21,1-19
Posting 2019: Rezeki Anak Saleh
Posting 2016: Komitmen Nol, Cinta Zero
Categories: Daily Reflection