Rangkulan Gusti

Kalau Anda punya keyakinan bahwa doa mengubah Tuhan, mungkin dunia kita memang berbeda dan tiada banyak gunanya Anda membaca blog ini. Loh3, bukannya Romo ini pernah membaca kisah orang Ninive yang membuat Allah membatalkan hukumannya? Bukankah itu berarti pertobatan orang Ninive mengubah Allah?
Loh3, kok isa? Memangnya sudah ada keputusan orang Ninive itu dihukum berapa lama dengan apa? Nabi Yunus yang diminta menyampaikan warta itu kan cuma bilang supaya mereka bertobat, karena kalau tidak, Tuhan bakal menghancurkan Ninive. Lha yang diminta berubah siapa je?
Lho, lha iya Rom, orang Ninive yang diminta berubah, tetapi kan perubahan orang Ninive itu dalam rangka supaya Allah tidak menghancurkan mereka, supaya Allah berubah!
🤣🤣🤣 Cape deh….

Kalau boleh saya tebak, mungkin keyakinan bahwa doa mengubah Tuhan itu berangkatnya dari kepercayaan akan predestinasi: bahwa seluruh hidup ini sudah ditentukan dari sononya, entah Anda jadi gelandangan atau kiper, jadi presiden atau gerombolan padang gurun, singkatnya, bernasib baik atau apes.
Saya tidak punya keyakinan akan predestinasi karena pada kenyataannya, orang bisa mengubah nasibnya. Dengan kata lain, yang mengubah atau berubah adalah orang, bukan Tuhan.

Dengan demikian, kalau orang sungguh berdoa, ia tidak sedang hendak mengubah Tuhan, tetapi mengubah dirinya sendiri atau mengubah dunia hidupnya sendiri. Ha njuk kalau mau mengubah diri sendiri ngapain berdoa segala, Rom? Kenapa gak berdoa pada diri sendiri saja yang mesti berubah?
Karena bisa jadi, ujung-ujungnya bahkan kita butuh rahmat, butuh kairos, butuh momen yang membuat kita masuk pada kedalaman misteri diri kita sendiri. Anda bisa buka referensi jendela Johari yang menunjukkan bahwa dalam diri Anda dan saya ada wilayah gelap: baik Anda maupun saya tidak tahu. Ini lebih dari sekadar diri bawah sadar, yang bisa dibongkar oleh ilmu psikologi. Ini wilayah gelap, yang untuk memasukinya benar-benar dibutuhkan si rahmat tadi.

Maka, kalau teks bacaan hari ini menyinggung para murid diutus berdua-dua, tentu maksudnya bukan supaya bermesra-mesraan, melainkan supaya unsur komuniter itu memberikan kesaksian jitu, supaya bisa saling meneguhkan untuk tak terjerembab bahkan pada debu gaya hidup lama yang disimbolkan dengan serigala: kompetisi, kuat-kuatan, cakar-cakaran, gragot-gragotan, dendam mendendam, dan seterusnya. Mending dalam keseharian hidup ini, orang bermesra-mesraan dengan Tuhan (yang mungkin gada asik-asiknya karena mesti berhadapan dengan serigala kehidupan).

Doa, pada akhirnya seperti merangkul Tuhan: bukan untuk membebani Tuhan, melainkan untuk membuat pilihan hidup orang nyanthol dengan jalan-Nya.
Ini lagu rohani (tapi) dari Jawa…

Tuhan, mohon rahmat kesetiaan untuk hidup baru bersama-Mu. Amin.


HARI MINGGU BIASA XIV C/2
3 Juli 2022

Yes 66,10-14c
Gal 6,14-18
Luk 10,1-12.17-20

Posting 2019: Asalamualaikum
Posting 2016: Gampangan Selfie atau Wefie