Tatapan Matamu

Ini tentang cerita populer yang kerap diberi judul The Good Samaritan. Abaikanlah dulu kualifikasi good-bad, karena yang penting kita pelajari bukan perkara good-bad. Saya mulai dengan berandai-andai. Andaikanlah Anda seorang mama atau papa yang sibuk bekerja di rumah dan anak Anda datang hendak membantu. Perhatikanlah ke mana tatapan mata anak Anda: apakah dia menatap Anda atau melihat pekerjaan Anda?
Tentu, pada awalnya bisa jadi menatap mata Anda, tetapi tak mungkin terus-terusan menatap Anda sambil menawarkan diri,”Ma, adik bantu ya kerjanya.” Sekali dua kali mungkin fine, tapi kalau terus-terusan kejadiannya begitu, mungkin Anda perlu periksa suhu anak Anda, mungkin ada yang error, bahkan meskipun tampak lucu.

Saya kira begitu jugalah kiranya salah satu maksud perumpamaan yang disodorkan Yesus hari ini: kalau betul Anda hendak memuliakan, menyembah, memuji Allah, arahkanlah tatapan Anda pada pekerjaan Allah, pada apa yang diperhatikan Allah, pada apa yang kiranya sedang disasar Allah. Apa itu? Kemanusiaan yang tercederai, yang berakibat pada kondisi setengah mati. Artinya, hidup matinya fifty-fifty.

Sekarang, marilah kita lihat perumpamaan yang disodorkan Yesus. Dua orang yang lewat pertama adalah tokoh penting dalam hidup keagamaan Yahudi. Apa pun alasannya, mereka melihat kondisi orang yang setengah mati, dan membiarkannya. Artinya, membiarkan orang itu masuk dalam kemungkinan kematian. Belum lama mereka dari Yerusalem, tempat orang menatap Allah, yang mungkin aroma dupa dan lantunan lirik suci masih mengiang di kepala, tetapi itu tak cukup membuat mereka menatap kemanusiaan yang membutuhkan bantuan supaya peluang kehidupannya lebih besar.

Begitu juga kiranya mencintai Allah dengan segenap hati: bukan dengan sentimen kasihan belaka, melainkan dengan totalitas diri. Untuk itu, orang tak perlu mencari-cari situasi kemanusiaan yang setengah mati. Perumpamaan itu menunjukkan bahwa tiga orang ‘kebetulan’ lewat di TKP, bukan dengan sengaja mencari-cari TKP. Dengan kata lain, situasi kemanusiaan itu ada di sekeliling setiap orang. Yang diperlukannya hanyalah menatap apa yang ditatap Allah dan menatap dengan tatapan sebagaimana Allah menatap: compassionate love.

Tuhan, mohon rahmat kerahiman-Mu supaya kami semakin mengembangkan kultur kehidupan yang Kau anugerahkan kepada kami. Amin.


MINGGU BIASA XV C/2
Hari Raya Idul Adha
10 Juli 2022

Ul 30,10-14
Kol 1,15-20

Luk 10,25-37

Posting 2019: Do Something, Not Everything
Posting 2016: Mending Kafir Tapi Baik? Hmmm…