Bagi-bagi Dong

Tahukah Anda bahwa konon dalam tradisi Arab, pembagian harta warisan bersifat sangat eksklusif berdasarkan ikatan darah dan kedekatan kekerabatan yang sangat kuat bergantung pada laki-laki? Warisan hanya berlaku untuk laki-laki yang dianggap berperan besar dalam menjaga trah keluarga, termasuk untuk angkat senjata melawan musuh yang mengancam keluarga dan angkat barang sitaan perang. Janda dan anak perempuan tak terbilang dalam pembagian warisan. Baru setelah Nabi Muhammad punya pengaruh besar, mereka mengatur pembagian warisan ini sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an (Q 4:7.11-12). Njelimetnya hitung-hitungan pembagian warisan itu, saya kira, bukan demi adilnya hitung-hitungan matematis, melainkan demi memaksimalkan partisipasi anggota komunitasnya.

Teks bacaan hari ini bicara mengenai seorang yang mendesak Yesus untuk mengatur pembagian warisan dengan saudaranya. Jawaban Yesus terasa sengak,”Emang gua hakim elo?” tetapi itu hanya menegaskan bahwa Yesus mengambil jarak dari perkara teknis pembagian warisan itu. Beliau lebih melihat perkara akar persoalannya, warisan yang mengatasi materi yang mesti dibagi-bagikan tadi, yaitu hidup (kekal) itu sendiri. Jika warisan pokok itu diabaikan, pembagian warisan cuma bakal jadi sumber gontok-gontokan. Kenapa gontok-gontokan? Karena masing-masing orang menganggap diri punya hak atas warisan itu, lupa pada warisan pokoknya. Kenapa bisa begitu?

Meskipun konteks hidup Nabi Muhammad dan Yesus tidak sama, barangkali masih dapat ditemukan akar persoalan yang mirip. Orang pada umumnya beranggapan bahwa pemilik resources hidup ini adalah mereka yang beruntung mendapatkan lebih dulu, yang punya paten, yang bisa mengumpulkan harta lebih banyak lewat bisnis dagang, yang mengikuti hukum dagang, dan seterusnya. Artinya, siapa cepat dia dapat, semakin banyak modal semakin berlimpah pula harta yang dimilikinya. Yesus tidak sepakat dengan hal ini, begitu pula Nabi Muhammad: pemiliknya adalah Allah sendiri! (Misalnya ditegaskan dalam Al-Qur’an Q 4:126; Q 5:120; Q 16:52; Q 20:6; dan Q 43:85; seperti dalam Mazmur 24:1)

Nah, kalau pemilik segala itu adalah Allah, hanya Dialah yang bisa bagi-bagi warisan, yang tidak untuk diperjualbelikan [Itu mengapa dalam tradisi Israel tanah hanya bisa diwariskan]. Merujuk pada ayat Al-Qur’an mengenai pembagian warisan tadi, jelaslah poinnya bahwa seluruh kekayaan semesta ini mesti dibagi-bagi sedemikian rupa sehingga semakin banyak orang yang dilibatkan demi kelangsungan hidup itu sendiri. Entah “Haradukuh” SCBD dengan segala persoalannya atau JeJe International Stadium dengan keambrolannya, setiap orang perlu memakainya sebagai cermin: siapa pemilik paten kehidupan ini dan akumulasi kekayaan ini ke arah mana. Semakin eksklusif semakin gampang ambrol, bahkan meskipun viral.

Tuhan, mohon rahmat jiwa besar dan hati rela berkorban supaya nama-Mu semakin dimuliakan. Amin.


HARI MINGGU BIASA XVIII C/2
Pesta S. Ignasius dari Loyola
31 Juli 2022

Pkh 1,2; 2,21-23
Kol 3,1-5.9-11
Luk 12,13-21

Posting 2019: Mercusuar
Posting 2016: Bukan dari Apa Yang Kaupunya