Hamba Tiada Guna

Apakah iman seseorang bisa ditambahi atau dikurangi? Bertambah atau berkurang? Ini pertanyaan dan saya tidak hendak menjawabnya. Saya setengah mati menjelaskan istilah teknis fides qua dan fides quae kepada adik-adik kelas saya, tetapi entahlah apakah penjelasan saya itu menambah atau mengurangi kejelasan.🤭

Karena Anda bukan adik kelas saya, baiklah saya pakai istilah teknis lain yang tidak usah pakai bahasa Latin segala. Fides qua itu [loh kok masih pake‘ bahasa Latin?] bagaikan orang percaya kepada seseorang, someone, qualcuno, jemand, atau istilah lain yang sepadan. Jelas ini merujuk pada relasi atau perjumpaan pribadi. Sedangkan fides quae itu seperti orang percaya kepada sesuatu, something, qualcosa, etwas, atau istilah lain yang sepadan. Ini penekanannya ada pada kognisi atau pengetahuan ‘iman’. Bukan tidak mungkin fides qua ada main dengan fides quae [nah kan tetap pake‘ bahasa Latin jugak!].

Pertanyaan soal iman di paragraf pertama tadi, yang dibahas dalam teks bacaan hari ini, berkenaan dengan perkara fides qua. Jadi, kiranya Anda dapat menjawab sendiri apakah iman seseorang bisa bertambah atau berkurang.

Yang menjadi perhatian saya hari ini adalah saran Yesus yang ditunjukkan dalam wacananya tentang hamba. Katanya, kalau Anda sudah melakukan segala hal yang ditugaskan oleh Sang Tuan, Anda sebaiknya berkata,”Kami adalah hamba-hamba yang tak berguna.”
Pertanyaan saya begini: apakah pernyataan itu benar-benar menyiratkan gagasan utilitarianisme alias prinsip kegunaan atau ada hal lain yang dimaksudkan? Siapakah Sang Tuan itu?
Jawaban saya begini: frase ‘tak berguna’ itu merujuk pada tiadanya target lain dari tindak melakukan tugas sebagai hamba. Ini lebih berbunyi sebagai undangan pada ketulusan atau kemurnian motivasi untuk bertindak.

Jawaban pertanyaan kedua lebih runyam. Pada umumnya orang menafsirkan Sang Tuan itu sebagai Tuhan yang memang menjadi tuan atas hamba-hambanya. Akan tetapi, Sang Tuan dalam wacana hari ini saya kira lebih tepat dipahami sebagai ‘realitas’ yang memantik orang untuk segera menjalankan tugasnya sebagai manusia hamba Tuhan. Bisa jadi ‘realitas’ itu adalah kenyataan hidup orang miskin, penderitaan, dan sejenisnya. Ini bukan lagi tuan yang ditempeli otoritas religius, melainkan tuan yang kepadanya Anda hanya bisa memenuhi jawaban pertama tadi: saya menjalankan tugas bukan dengan maksud lain untuk mendapatkan kesenangan sendiri atau bahkan upah surga. Menjalankan tugas yang sudah sepantasnya saya jalankan itu sendiri adalah surganya.

Kami adalah hamba-hamba yang tak berguna. Amin.


MINGGU BIASA XXVII C/2
2 Oktober 2022

Hab 1,2-3; 2,2-4
2Tim 1,6-8.13-14
Luk 17,5-10

Posting 2019: Punya Joker?
Posting 2016: Tambahin Dong