Superman Lewat

Sejak kecil saya tidak terima kalau dalam film dikisahkan jagoannya kalah. Jagoan akhirnya harus menang, bagaimanapun caranya. Kalau kalah, ya namanya bukan jagoan. Saya tak ambil pusing soal perbedaan antara jagoan dan protagonis. Pokoknya jagoan harus menang!
Belakangan saya sadar bahwa itu pola pikir kanak-kanak yang barangkali mengidolakan sosok Superman dan akhirnya Allah pun digambarkan sebagai sosok yang maha super. Belakangan lagi, saya sadar bahwa ideal seperti itu menyesatkan, karena Allah benar-benar jadi tontonan alih-alih tuntunan.

Anda bisa mendengar aneka analisis pertandingan atau bahkan Anda sendiri bisa mengalami kegetiran karena pemain tim kesayangan Anda kurang beruntung karena bolanya bergeser beberapa sentimeter dari gawang atau tim Anda kalah hanya separuh bola atau gara-gara gol pada injury time, dan seterusnya. Tontonan membuat Anda bisa menanggung aneka rasa negatif bahkan meskipun Anda bukan pemilik tim atau tidak juga mendapat donasi dari popularitas tim itu. Anda hanya punya keterlibatan emosional yang dipicu oleh pikiran-pikiran Anda sendiri, yang barangkali juga sesat.

Allah yang jadi tuntunan, sebaliknya, membuat Anda terlibat bukan hanya secara emosional, melainkan juga secara total dengan hati, budi, dan kehendak. Kalau Allah yang jadi tontonan itu adalah santapan nikmat kaum pemabuk agama, Allah yang jadi tuntunan adalah asupan gizi bagi siapa saja, apa pun agamanya, yang dengan tulus hati ingin menapaki jalan verso Dio, jalan menuju Allah. Salah satu Allah yang jadi tuntunan itu dinarasikan oleh Yohanes Penginjil sebagai Logos, Sabda Allah, yang mestilah berhubungan dengan kata-kata yang membangun bahasa tertentu.

Adakah fungsi ‘kata’ di luar konteks komunikasi? Apakah komunikasi itu perkara pertukaran kata belaka?
Kalau Anda berbicara atau menulis rangkaian kalimat, memang betul yang menyuarakan kata-kata itu adalah mulut Anda, tetapi kata-kata itu berasal dari keseluruhan diri Anda sebagai pribadi. Dengan demikian, kalau Yohanes menyebut Yesus sebagai Logos, maksudnya tak lain dari pengakuan bahwa Yesus ini adalah wujud komunikasi-diri Allah, sebagaimana Al-Qur’an dalam Islam.

Bukan perkara gampang menangkap Allah sebagai tuntunan dengan wujud komunikasi-diri Allah seperti sosok Yesus dan Al-Qur’an ini. Tak mengherankan, salah paham di sana-sini terjadi karena politik identitas agama, yang dalam sejarah juga diwarnai perang berdarah-darah. Ya tak lain karena di kepala ini Allah itu tontonan belaka, yang oleh anak-anak digambarkan sebagai pahlawan dalam film-film begitu sebagai penyelamat dunia.

Betul, Yesus penyelamat dunia, tetapi dalam tulisan Yohanes, dunia itu punya tiga arti. Pertama, dunia seperti pada umumnya kita mengerti dari Sabang sampai Sabang lagi lewat planet Pluto atau galaksi lain. Kedua, dunia berarti adalah kemanusiaan dalam arti keseluruhan manusia. Akan tetapi, dalam teks hari ini, dunia ini adalah bagian dari manusia yang lebih condong gemar akan kegelapan daripada terang; yang lebih krasan dengan kebohongan daripada kebenaran. Jelas, ini bukan perkara status Yesus. Bahkan, kalau mau dipersempit pada perkara status Yesus pun, dunia ini berlaku juga untuk orang Kristen: jangan-jangan doyan penuntun yang ujung-ujungnya tak lain perkara tontonan, hingar bingar (bahkan juga meskipun volume nama Yesus dikeraskan sampai kaca jendela retak); jangan-jangan bucin pada capres yang bermulut manis; jangan-jangan tak bisa melihat dengan cara lain daripada kepentingan pragmatis sesaat.

Allah yang menyelamatkan dunia adalah Dia yang membuat dunia menerima tuntunan: bertanggung jawab atas hidup. Ini adalah sosok Allah, menurut Farid Esack, yang di hadapan penderitaan dan kesusahan hidup lebih dulu bertanya kepada manusia,”Mengapa kamu membiarkan penderitaan ini terjadi?” sebelum manusia penonton itu bertanya,”Di mana Tuhan, kok ternyata kejahatan meraja lela?”

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya kami semakin mengenali jalan-jalan menuju cinta-Mu, juga di tengah-tengah kejahatan yang sedang menyusun struktur kekuasaannya. Amin.


HARI RAYA NATAL (SIANG)
Minggu, 25 Desember 2022

Yes 52,7-10
Ibr 1,1-6
Yoh 1,1-18

Posting 2019: Makhluk Rugos
Posting 2016: Ribet Natalan