Falsafah Jawa memandang adanya kesamaan struktur antara jagat kecil (mikrokosmos) dan jagat besar (makrokosmos). Kekacauan jagat besar hanyalah cerminan kekacauan jagat kecil, atau sebaliknya. Bagaimana dua jagat itu terhubung, saya tidak tahu persisnya. Konon, itu melibatkan peran benda atau tempat tertentu yang mengakomodasi pertemuan antara dua jagat tersebut, dan dengan demikian, orang tidak bisa bersikap sembarangan terhadap benda atau tempat itu.
Barangkali, pandangan dunia yang dipegang Guru dari Nazareth punya kemiripan dengan falsafah Jawa itu juga: ia mengambil waktu dan tempat untuk berdoa, menyingkir, memisahkan diri dari kerumunan, untuk menimba daya hidup yang tidak jadi bulan-bulanan buzzer kelompok anu atau nganu. Itu mengapa bahkan murid-muridnya plonga-plongo tak paham dengan daya hidup Guru mereka sendiri. Perkaranya bukan bahwa Guru dari Nazareth ini benar-benar berjalan di atas air, melainkan bahwa daya hidup yang dibangunnya dengan koneksi horisontal dan vertikal itu mengatasi kekuatan dunia yang mengacaukan, mengancam, menakutkan, menenggelamkan kemanusiaan.
Sayangnya, para muridnya, bahkan yang bersentuhan langsung dengannya pun tidak lebih baik dari mereka yang hanya bisa melihat dari kejauhan ruang dan waktu. Kalau ditilik dari falsafah Jawa tadi, bisa jadi, mereka tak paham mikrokosmos, gimana mau paham makrokosmos? Ketika perhatian murid-murid itu hanya tertuju pada kecemasan, kekhawatiran, ketakutan, nafsu besar dan keselamatan mereka sendiri, bagaimana mereka dapat mengerti jagat besar yang ditunjukkan oleh Guru mereka? Apa yang diharapkan dari murid-murid yang terobsesi pada lingkaran kekhawatiran mereka sendiri?
Wajah STY saya pampang lagi bukan karena huruf-huruf itu tertera pada pakaian saya, melainkan karena begitulah ekspresi melesetnya ekspektasi. Sekali lagi, ini bukan untuk berpolemik mengenai PHK STY. Setiap pro kontra selalu punya rasionalisasinya sendiri. Saya hanya mendapati bahwa sekian lama sosok ini dinyinyiri sampai akhirnya terkena PHK untuk alasan tersembunyi dari perhatian saya, yang pasti punya rasionalisasinya sendiri. Setahu saya dari media, setiap target dipenuhinya kecuali untuk lolos ke Piala Dunia 2026, yang masih on track juga. Saya tahu ada konflik dengan pemain, tetapi apakah konflik itu sefatal konflik antarpartai atau pemburu renten, saya tidak tahu.
Satu hal yang saya yakini: dalam suasana makro-mikro yang kacau tanpa tuntunan komitmen etis, menyampaikan kebenaran selalu adalah sesuatu yang revolusioner. Mereka yang menguak kebenaran, tanpa ampun, bisa didakwa sebagai provokator yang membahayakan stabilitas politik. Tentu saja: stabilitas bagi status quo. Yang begini ini, secara alamiah mengecewakan mereka yang mengharapkan kebenaran dinyatakan dan dari pihak mereka yang sungguh mau jadi murid memang dituntut ketekunan untuk tetap menjadi revolusioner.
Tuhan, mohon rahmat kesetiaan untuk menghubungkan jagat cilik kami dengan jagat besar cinta dan keadilan-Mu. Amin.
HARI BIASA SETELAH PENAMPAKAN TUHAN
Rabu, 8 Januari 2025
Posting 2021: Hantu Baru
Posting 2010: Iqra’
Posting 2019: A Friend in Deed
Posting 2016: Tak Ada Iman Bermodal Ndableg
Posting 2015: Buat Apa Takut?
