Kong x Kong

Published by

on

Kata tetangga saya, kalau pengamat sosial dan aktivis kumpul, yang mereka bicarakan adalah omong kosong karena ketika pejabat-penjahat atau penguasa-pengusaha kumpul, yang mereka bahas adalah hukum yang mengikat pengamat dan aktivis tadi. Tentu, ini bukan barang baru. Konon, masyarakat kuno terstruktur oleh proses hukum yang jadi sarana bagi para oligark untuk meningkatkan kepemilikan dan prestise mereka. Ironisnya, kongkalikong pengusaha-penguasa itu malah menunjukkan bahwa mereka sesungguhnya tak memiliki kekayaan sebanyak mereka punya. Hanya karena mereka bikin aturan yang menyembunyikan kepentingan mereka dengan slogan kepentingan negeri, secara sah akhirnya mereka bisa memiliki apa saja yang mereka inginkan, termasuk yang semula dimiliki orang miskin.

Dengan begitu, masuk akal juga pepatah yang disodorkan dalam teks bacaan utama hari ini: siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun yang ada padanya akan diambil darinya.
Itu berarti yang kaya makin kaya dan yang miskin makin kere gitu ya, Rom?
Iya kalo pepatah itu dibaca dengan perspektif ekonomi, tapi kan teks bacaan ini bukan traktat tentang hukum-politik-ekonomi. Jadi, gak isa langsung dihubungkan ke sana.

Cara menghubungkannya mungkin lebih baik lewat pepatah yang disodorkan sebelumnya: orang membawa pelita tidak untuk menaruhnya di kolong tetapi justru menempatkannya di posisi yang bikin orang bisa melihat semakin banyak objek. Dalam hal ini, tak ada lagi ketidakadilan yang disembunyikan. Kerajaan Allah itu mesti diletakkan di tempat yang dapat membuka mata orang lebar-lebar terhadap apa yang disembunyikan bahkan oleh hukum atau aturan resmi. Kalau ini diabaikan, pepatah tadi berlaku bahkan juga dalam perspektif ekonomi: yang punya cuan, cuannya makin banyak, yang punya hutang, hutangnya makin banyak.

Njuk gimana menyikapi situasi yang jelas-jelas mempertontonkan kolusi penguasa-pengusaha atau pejabat-penjahat, Rom?
Nah, entahlah gimana, tetapi pada prinsipnya, menyingkirkan aneka kekhawatiran lebih berfaedah bagi perkembangan iman daripada menggenggamnya. Anda ingat perumpamaan penabur yang disitir kemarin: yang jatuh di lahan tak subur menunjukkan mereka yang hidupnya diliputi kedangkalan, kekerasan, duri hidup. Memang tidak mudah mengatakan let it go terhadap apa saja yang dibangun atas dasar ketakutan, kecemasan, dan kekhawatiran. Dengan dasar itu, orang tak lagi bisa melihat kepentingan status quo dalam aneka aturan atau hukum dan dengan seakan-akan gagah berani mengatakan “Ikuti proses hukumnya saja.”

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan untuk menumbuhkan cinta, harapan, dan iman kami. Amin. 


KAMIS BIASA III C/1
30 Januari 2025

Ibr 10,19-25
Mrk 4,21-25

Posting 2021: Untung Malang
Posting 2019: Mari Bersih-bersih
Posting 2017: Bangsa Baper

Posting 2015: Ayo Berlagak Jadi Presiden

Previous Post
Next Post