Anda dan saya tak perlu jadi orang Farisi atau ahli Taurat untuk jadi objek kritik Yesus dari Nazareth. Pada dasarnya, karena kita sungguh ingin memenuhi kehendak Allah, kita cenderung meyakini bahwa apa yang kita lakukan sejalan atau bahkan adalah kehendak Allah sendiri. Anda bekerja membanting-banting tulang sendiri demi anak tentu meyakini bahwa itulah yang dikehendaki Allah dari diri Anda. Saya mengumpulkan tulang untuk memberi makan Carlo, yakin bahwa begitulah Tuhan menghendaki saya berbelas kasih. Kita semua cenderung beranggapan bahwa kebaikan yang kita lakukan memang sesuai dengan kehendak Allah.
Nah, kalau semua orang beragama berkeyakinan bahwa yang mereka lakukan itu sesuai dengan perintah Allah, bukankah pada gilirannya akan muncul konflik antarperintah Allah? Misalnya, Anda menginginkan tulang yang diidam-idamkan anak Anda, sementara saya menginginkannya untuk Carlo. Atau, Anda menginginkan SDA di Papua bisa Anda ekspor langsung sedangkan saya ingin SDA itu diolah dulu di Papua sebelum diekspor. Baik Anda dan saya yakin masing-masing keinginan itu sesuai dengan perintah Allah. Konflik gak sih? Konflik, kan?
Begitu juga halnya dengan aneka proyek pemerintah, mulai dari MSG sampai MBG, pasti ada pro kontranya karena masing-masing posisi punya keyakinan akan kebaikan dan kebenarannya. Yang dipersoalkan Yesus bukan proyeknya sendiri, melainkan penjungkirbalikan nilainya: yang seharusnya jadi tujuan malah jadi sarana.
Lah, kan memang tujuannya biar anak-anak dapat makan bergizi gratis, Rom?
Lho lha iya, itu simbok saya juga tahu dan tempe. Ini lagi-lagi perkara memberi kail dan ikan. Keduanya sama-sama bertujuan supaya anak-anak dapat MBG, tetapi yang kedua merenggut sarananya dari genggaman penerima MBG. Hidup mereka tergantung semata pada proyek. Alhasil, yang lebih utama bukan lagi MBG, melainkan proyek!
Nah, bukankah proyek itu bisa jadi multiplier effect, Mo?
Betul, termasuk bisa muncul juga beragam rentenier. Akan tetapi, itu justru menunjukkan bahwa yang dianggap lebih penting adalah proyeknya, bukan MBG-nya lagi. Proyek itu harus dijalankan supaya MBG bertahan. Proyek berhenti, MBG mati.
Jadi, perkara makan bergizi itu, silakan berdebat mengenai gizi walang atau kecoa, tetapi entah jijik atau tidaknya, entah najis atau tidaknya, semua itu ujung-ujungnya ke jamban juga. Yang lebih mengerikan ialah jika MBG itu jadi proyek, dan bukan lagi gerakan yang memberdayakan semua, terutama yang tak berdaya, untuk mewujudkan MBG. No shortcut to success, kan?
Tuhan, semoga kami semakin memahami apa arti disiplin. Amin.
RABU BIASA V C/1
12 Februari 2025
Posting 2021: Main Drama
Posting 2019: Kepada Calon Manten
Posting 2017: Bapernikus
Posting 2015: Apa Yang Mencolot dari Hatimu?
