If everyone demanded peace instead of another television set, then there’d be peace. Begitu kata John Lennon, dan rupanya masih ada aja orang yang merasa harus beli television set; gak damai-damai deh dunia! Zaman sekarang kebutuhan television set itu mungkin sudah meluas jadi kebutuhan aneka gadget, barang konsumsi, atau gaya hidup dan makin ramailah perang di sana-sini, dengan aneka macam senjata dan di mana-mana ada orang yang mesti pergi mengungsi.
Orang yang waras kayaknya sih seperti John Lennon, gak ingin aneka perang terjadi. Tak mengherankan agama diinsinuasikan sebagai biang kekacauan; bahkan adanya negara pun dianggap sebagai penyebab kekisruhan dunia. Andai saja orang tak punya apa-apa, tak berebutan apa-apa (karena tak ingin apa-apa) tentunya dunia ini damai. Akan tetapi, dalam lirik lagu Imagine sendiri John Lennon mengakui bahwa itu bisa dianggap sebagai mimpinya dan sebetulnya mimpi orang lain, dan ia berharap pendengarnya memiliki mimpi yang sama: dunia satu nan damai.
Sekali lagi, orang waras tentulah memimpikan atau sekurang-kurangnya menginginkan kedamaian seperti itu. Gak ada orang yang nyaman mengungsi, apapun penyebabnya. Orang ingin kedamaian.
Akan tetapi, kedamaian macam apa sih yang disampaikan Yesus kepada pengikutnya? Damai karena tak ada senjata nuklir, tak ada perebutan kekuasaan, tak ada radikalisme agama, tak ada kerakusan, tak ada money politics, tak ada eksploitasi alam? Pasti bukan!!! Loh, Romo ini kok mengajari sesat lagi sih? Mosok Yesus gak ingin dunia ini damai tanpa kekacauan politik, eksploitasi alam dan lain-lainnya?
Lha saya juga gak bilang bahwa Yesus gak ingin dunia damai. Saya hanya bilang bahwa kedamaian yang disampaikan Yesus bukan kedamaian firdausi seperti itu! Ya syukur kalau perang Palestina-Israel selesai, syukur kalau teroris bertobat, fundamentalisme habis, dan sebagainya. Akan tetapi, itu benar-benar kedamaian firdausi sana, bukan di bumi ini! Maka, kalau mau mewujudkan dunia tanpa conditioning surga-neraka, tanpa negara, tanpa agama, semua bersaudara, ya sumonggo, tapi dunia macam itu adanya ya nanti kalau sudah kiamat! Dengan kata lain, if there’s no countries, no religions, no possessions… there’s no such a life, either.
Kalau begitu, kedamaian yang disodorkan Yesus gak bergantung pada ada tidaknya negara, agama, kepemilikan, perang dan sebagainya. Biang persoalannya bukan agama, kekayaan, atau negara. Biang persoalannya adalah sikap manusia sendiri yang di dalamnya ada pengaruh roh baik dan roh jahat. Jadi, entah miskin atau kaya, agama Kristen atau Islam, spiritualitas Buddhis atau New Age, semua bisa jadi wadah gerakan dua roh itu.
Yesus tahu benar bahwa para pengikutnya akan dikejar-kejar juga seperti dia yang dibunuh lebih dulu. Dalam bacaan pertama dikisahkan Paulus dirajam sampai mati, sekurang-kurangnya menurut perajamnya. Syukur, Paulus sudah dimodali damai yang diberikan Kristus, yaitu damai yang bersumber pada Roh Kudus: dari dalam, bukan dari luar yang bisa diberikan dunia ini (uang penjamin kepemilikan, perjanjian bebas senjata nuklir, voreijder pembebas jalan, dan sebagainya). Jadi, wajarlah orang menginginkan damai “dari luar” (perang selesai, tak ada orang iri hati, tak ada yang main curang, dlsb). Untuk mengejar damai seperti itu, pastilah ada kendala, tantangan, bahkan malah ketegangan dan kekacauan. Tapi untuk Yesus ya gak apa-apa, yang penting damai “dari dalam” itu jangan hilang.
Singkatnya (setelah panjang lebar gitu ya?), damai Kristus adalah damai karena Roh Kudus yang memungkinkan orang tetap mencinta seperti Yesus Kristus mengasihi Bapanya, meskipun kekuatan jahat dan kerapuhan manusia tetap mengancam…. dan jika pengikut Kristus menghayati kedamaian seperti itu: you rock, bro’!!!
SELASA PASKA V
20 Mei 2014
Categories: Daily Reflection
1 reply ›