Halo Munafik

Kata tetangga saya, dulu pada abad ke-17 ada seorang raja di Perancis yang puasa dan pantangnya dilakukan dengan cara yang sangat unik, yang mungkin hanya bisa diterima oleh kaum hiprokit zaman sekarang. Apa yang dia buat? Pada masa pantang dan puasa, ia mengganti sendok-garpu makan emasnya dengan sendok-garpu perak! (Makanan-minumannya ya mungkin tetap daging-anggur uenak….)

Pembaca blog ini tentu sudah mengerti maksud puasa dan pantang, sekurang-kurangnya secara intuitif, juga dari apa yang dibuat oleh Raja Louis XIV itu. Jadi, tak perlulah saya bertele-tele menguraikan kembali poin puasa dan pantang, juga dalam tradisi Gereja Katolik. Saya cuma mau mengingatkan kembali bahwa kita manusia itu punya kecenderungan untuk gagal fokus karena euforia-euforia tertentu. Seorang atlet prestasinya bisa pudar karena kepincut dunia infotainment. Sebuah tim yang garang melawan tim papan atas bisa saja kemudian mlempem melawan tim papan bawah.

Begitulah juga dalam hidup keagamaan, orang bisa kehilangan karakter yang dikehendaki Allah karena ia cuma fokus pada menahan lapar dan jam berbuka puasa atau pantang, bukan pada kebaikan Allah mana yang bisa direalisasikan dalam hidup keseharian orang. Di situ, agama kehilangan daya ‘magis’-nya. Ini bukan soal magic seperti las, melainkan soal pencarian bentuk yang lebih memungkinkan umat beriman memanifestasikan kebaikan Allah.

Mari kita teliti bagaimana orang bisa sibuk mengganti penampilan (warung tutup, razia pedagang, menyegel sementara tempat prostitusi, dan sebagainya) supaya puasa dapat dijalankan. Apa fokusnya di situ? Kegiatan puasanya, bukan maksud dan tujuan puasanya! Orang mengganti tampilannya saja, tetapi tak peduli pada kesucian puasanya sendiri. Ini seperti Raja Louis XIV tadi, mengganti sendok-garpu emas dengan sendok-garpu perak.

Tindakan magis (bdk. Azas dan Dasar) dalam berpuasa tidak lagi terjerat oleh pernik-pernik aturan berpuasa. Ini bukan lagi untuk pemain pemula yang mesti fokus pada perintah dan larangan dalam permainan, melainkan pemain mahir yang fokusnya pada peningkatan kemampuan bermain dan aturan permainan diikutinya with ease. Sekali dua kali bisa terjadi pelanggaran, tetapi pemain mahir takkan terjerembab di situ, ia bisa bangkit berdiri dan fokus kembali pada apa yang bisa diupayakannya lebih baik lagi.

Dalam konteks hidup umat beriman, yang magis itu bukan yang memperketat aturan puasa, melainkan yang membuka peluang orang untuk menyalurkan kemuliaan Allah kepada sesama, terutama yang paling membutuhkan. Apakah setelah orang bersedekah njuk puasa dan pantangnya selesai? Sama sekali tidak! Penyaluran kebaikan Allah itu juga tak bisa dikungkung dalam sedekah kepada sesama. Bacaan pertama mengingatkan orang pada ketidakadilan struktural yang memunculkan korban orang-orang yang disedekahi tadi.

Itu berarti, puasa dan pantang yang benar justru yang memanifestasikan gerak Allah untuk membongkar bentuk-bentuk ketidakadilan dalam hidup manusia, bukan semata tindakan karitatif. Lha, lebih susah, bukan? Lha ya jelas, namanya juga magis.

Ya Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan-Mu supaya kami senantiasa mengenali bentuk-bentuk ketidakadilan yang kami lakukan sendiri. Amin.


HARI JUMAT SESUDAH RABU ABU
3 Maret 2017

Yes 58,1-9a
Mat 9,14-15

Posting 2016: Dasar Pengemis
Posting
2015: Puasa nan Romantis

Posting 2014: How do you fast?